Setelah menghadirkan e-KTP dengan masa berlaku seumur hidup pada tahun 2009, pada tahun 2022, pemerintah kembali melakukan pembaruan, dengan menghadirkan e-KTP Digital.
Sebagai seorang warga negara, saya mengapresiasi langkah ini, karena memang sudah seharusnya dilakukan di era digital seperti sekarang.
Masalahnya, saya agak ragu soal kematangan konsep dan kesiapan di lapangan, terutama di tingkat bawah. Belajar dari kasus e-KTP saja, masih ada kekurangan di sana-sini. Misalnya, pemutakhiran masa berlaku e-KTP menjadi seumur hidup.
Untuk urusan yang satu ini, saya kebetulan sempat tak terlayani, saat coba mengurusnya di tingkat kecamatan. Alasannya klasik: blangko KTP tidak ada.
Kejadian ini terjadi pada awal tahun 2019, saat saya bersiap merantau ke Jakarta. KTP saya sendiri akhirnya baru bisa dimutakhirkan dua tahun kemudian, tepatnya saat saya sudah kembali lagi ke Yogyakarta.
Waktu itu, dengan adanya prosedur pengurusan secara online karena imbas pandemi, semuanya beres dengan cepat. Tak ada lagi alasan "blangko KTP tidak ada", karena proses dan sistemnya sudah lebih terpadu.
Tapi, dengan pengalaman ini, saya melihat, pemutakhiran ke e-KTP Digital belum bisa segera dilakukan secara optimal. Selain karena faktor transisi ke teknologi digital, luas wilayah dan banyaknya jumlah penduduk Indonesia menjadi kendala.
Di level sebelumnya saja, setelah 10 tahun lebih program e-KTP berjalan, masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi, apalagi jika sudah masuk ke ranah digital yang lebih kompleks.
Jika salah satu kuncinya adalah konektivitas internet, maka prosesnya akan cukup panjang, karena kualitas sinyal internet di Indonesia masih belum merata. Di Pulau Jawa saja, masih banyak daerah, terutama di daerah pelosok, yang tergolong "susah sinyal".
Jangan lupa, belakangan terjadi banyak kasus kebocoran data pribadi di Indonesia, yang cukup meresahkan masyarakat. Saya sendiri sudah sering menerima SMS spam atau penipuan dari nomor tak dikenal, dan itu cukup menjengkelkan.
Masalah ini belum ditangani pihak berwajib secara serius, bahkan terkesan dibiarkan begitu saja, dan baru mulai ditindak tegas, saat ada data pribadi orang penting yang bocor.
Dengan masalah dan pola penanganan seperti ini, kehadiran e-KTP Digital juga perlu didukung dengan sistem yang mumpuni, supaya masalah seperti kebocoran data pribadi bisa diminimalkan, syukur-syukur tidak ada sama sekali. Ini penting, karena tanpa sistem yang mumpuni, data digital rawan dijebol, bukan hanya bocor.
Berhubung e-KTP Digital memuat data pribadi lengkap, saya memilih menunggu sampai konsep dan sistemnya benar-benar matang. Minimal, prosedur dan durasi pengurusannya tidak berbelit-belit.
Kehadiran e-KTP Digital pada dasarnya memang baik, karena relevan dengan perkembangan zaman. Tapi, tujuan dan niat baik ini tetap perlu disiapkan dan dimatangkan di setiap aspek, demi kebaikan bersama.
Jangan sampai e-KTP Digital justru menjadi ladang garapan baru bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab (termasuk para koruptor) dan menghadirkan masalah baru di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H