Hasilnya mulai muncul perpaduan antara pemain bintang dan pemain muda berbakat jebolan akademi. Misalnya, kita mulai terbiasa melihat perpaduan antara N'Golo Kante dan Mason Mount di lini tengah Chelsea, seperti halnya Presnel Kimpembe dan Marquinhos di jantung pertahanan PSG.
Situasi kurang lebih mirip sebenarnya juga terjadi di Manchester City. Klub berkostum khas biru langit ini bertransformasi menjadi klub ambisius, sejak dimiliki Sheikh Mansour (Uni Emirat Arab) tahun 2008.
Hasilnya, beragam trofi domestik datang silih berganti, seperti halnya dengan pemain bintang, mulai dari Robinho sampai Jack Grealish. Begitu juga di pos pelatih, mulai dari Roberto Mancini sampai Pep Guardiola sudah didatangkan.
Hanya saja, klub asal kota Manchester ini butuh waktu sedikit lebih lama, untuk bisa tampil di final Liga Champions pertama mereka, yakni pada musim 2020/2021, atau 13 tahun sejak sang bos datang.
Salah satu penyebabnya, fondasi awal City tidak sebagus Chelsea dan PSG. Klub ini sebelumnya adalah klub langganan papan tengah klasemen Liga Inggris, dan sempat naik turun kasta.
Akibatnya, klub rival sekota Manchester United ini harus membangun ulang berbagai aspek. Misalnya, logo klub diperbaharui untuk membangun identitas baru, dan akademi klub direstorasi untuk proyek jangka panjang klub.
Semua itu dilakukan, demi menaikkan level kualitas tim. Makanya, The Eastlands baru mulai rutin meraih trofi domestik dan lolos ke Liga Champions pada musim 2010/2011, sebelum meraih trofi liga pertama mereka, alias pada tahun ketiga dan keempat kepemimpinan Sheikh Mansour.
Dari segi akademi pun, City baru belakangan menuai hasil investasi besar-besaran mereka, saat Phil Foden mulai bersinar di tim utama.
Ini berbeda dengan PSG dan Chelsea yang langsung lolos ke Liga Champions di tahun pertama kepemimpinan bos besar mereka, dan juara liga di tahun keduanya.
Perbedaan ini juga, yang membuat progres Manchester City di Eropa terlihat lambat, masih jarang melaju jauh. Mereka tak punya modal sejarah bagus di masa lalu, sehingga membuat mereka harus membangun sejarah mereka sendiri saat ini.
Situasi seperti di Etihad Stadium ini bisa saja terjadi juga di Newcastle United. Seperti diketahui, klub berkostum zebra resmi menjadi "klub kaya baru" setelah dibeli oleh konsorsium milik Mohammed bin Salman, Pangeran Arab Saudi, pada tahun 2021.