Pada bulan Februari 2022, Timnas Indonesia U-22 akan melakoni turnamen Piala AFF U-23 di Kamboja. Turnamen kategori kelompok umur ini sebelumnya bernama Piala AFF U-22, yang juga diselenggarakan di Kamboja tahun 2019.
Kala itu, Indonesia keluar sebagai juara, setelah Marinus Wanewar dkk mengalahkan Thailand 2-1 di final. Saat ini, komposisi timnya sudah pasti berbeda dibandingkan edisi 2019.
Untuk turnamen kali ini, Timnas Indonesia akan kembali dilatih oleh Shin Tae-yong, dengan beberapa perubahan dibandingkan di Piala AFF 2020 lalu.
Selain tanpa pemain senior seperti Evan Dimas dan Ricky Kambuaya, pelatih asal Korea Selatan itu berencana menyertakan pemain dari Timnas U-19, seperti Ronaldo Kwateh (Madura United) dan Marselino (Persebaya Surabaya).
Boleh dibilang, ini menjadi satu langkah persiapan menuju Piala Dunia U-20, yang tahun depan dihelat di Indonesia, disamping turnamen dan kualifikasi Piala Asia 2023.
Mulai dari Asian Games, SEA Games, sampai Piala AFF, semua sudah menanti untuk dijalani sepanjang tahun 2022 yang memang cukup sibuk.
Untuk saat ini, rencana Shin Tae-yong cukup masuk akal. Eks pelatih Timnas Korea Selatan itu jelas memahami, masih ada banyak hal yang perlu ditingkatkan di Tim Garuda.
Meski terlihat menjanjikan di Piala AFF 2020, masih ada PR yang harus dibereskan di Timnas Indonesia. Mulai dari belum adanya sosok penyerang handal di depan, sampai pemain cadangan berkualitas.
Makanya, ketika muncul rencana untuk "menepikan" pemain-pemain "abroad" seperti Egy Maulana Vikri, Witan Sulaeman, Elkan Baggott, dan Asnawi Mangkualam, rencana itu masih bisa dimengerti.
Piala AFF U-23 adalah event kelompok umur, yang tidak masuk dalam kalender FIFA. Jadi, ada peluang untuk klub tak melepas pemain ke tim nasional.
Seharusnya, ini bisa jadi kesempatan bagus untuk menemukan lagi talenta muda potensial di Indonesia.
Kebetulan, untuk turnamen Piala AFF U-23, ada Vietnam, yang sudah menyiapkan Timnas U-21 mereka, karena ingin fokus mempersiapkan tim untuk ajang SEA Games di rumah sendiri dan Piala AFF akhir tahun 2022.
Dengan demikian, jika ada bintang muda yang muncul, ia bisa memperkuat kekuatan tim senior, sekaligus meregenerasi tim. Langkah ini sebenarnya juga coba diterapkan Shin Tae-yong di Indonesia, dengan membiarkan Egy dkk fokus di klub masing-masing, kecuali pada Kualifikasi Piala Asia 2023, atau pertandingan ujicoba yang memang masuk dalam kalender FIFA.
Masalahnya, PSSI berencana melobi klub-klub Egy dkk, agar mau melepas mereka ke Timnas Indonesia U-22. Manuver ini jelas kurang patut, karena terkesan egois.
Para pemain ini perlu fokus bermain di klub masing-masing, supaya bisa semakin berkembang. Jika terlalu lama di Timnas, apalagi di turnamen "di luar kalender FIFA", ini bisa merugikan si pemain, karena klub akan menganggapnya kurang profesional.
Lebih jauh, jika dibiasakan, manuver PSSI ini bisa jadi perseden buruk di mata klub luar negeri. Sebagus apapun kemampuan si pemain, klub akan ogah mengontraknya, karena PSSI terlalu "rewel" soal pemain asal Indonesia.
Ini sebenarnya ironis, karena di dalam negeri, PSSI justru sering terlihat "terlalu menurut" pada klub, soal pemain di Timnas Indonesia. Buktinya, ada aturan kuota maksimal 2 pemain per klub untuk Timnas Indonesia di Piala AFF 2020.
Daripada ribet melobi ke seberang lautan, seharusnya PSSI bisa tegas dulu pada yang di depan mata, sambil terus berbenah.
Jika tidak, sebagus apapun prestasi Tim Garuda nanti, perkembangannya akan tetap sulit, karena federasinya masih serba ruwet.
Bisa, PSSI?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H