Sebelumnya, saya perlu menjelaskan, tulisan ini adalah hasil pengamatan saya, dari apa yang sempat saya alami di masa lalu, sebagai seorang penyandang disabilitas. Berhubung topiknya mungkin agak sensitif buat sebagian orang, perlu waktu cukup lama buat saya, untuk memantapkan diri sebelum akhirnya menuangkan ke dalam tulisan.
Sebagai seorang penyandang disabilitas, saya pernah mendapat pertanyaan berikut:
"Kesalahan besar apa yang sudah kamu buat di kehidupan sebelumnya (Past Life), sampai kamu jadi begini?"
Pertanyaan ini saya jumpai di beberapa kesempatan, sejak masa sekolah dan kuliah. Awalnya, saya heran, kok bisa ada pertanyaan aneh begini?
Sebagian jawabannya saya temukan, seiring berjalannya waktu. Ada yang disebabkan karena faktor ajaran agama, ada juga yang hadir karena adanya budaya diskriminatif terhadap penyandang disabilitas.
Soal faktor ajaran agama, sebagai seorang warga gereja, saya tidak akan mempersoalkan. Alasannya simpel, ajaran itu tidak ada dalam agama yang saya yakini. Tidak perlu dipikirkan atau digubris, karena memang bukan urusan saya.
Kalaupun ternyata mendapat karunia Tuhan untuk bisa melihat hal-hal seperti itu, karena sifatnya spiritual, itu bukan untuk diumbar terang-terangan ke publik. Hal-hal seperti itu ada untuk disadari dan dirasakan dengan hati, bukan hanya dilihat dengan mata telanjang.
Jadi, kalau sampai ada yang berani mempublikasikan, atau menjadikannya alasan untuk meninggikan bahkan membenarkan diri, itu sangat keterlaluan, karena sudah berani "melangkahi" rahasia Tuhan. Kalau Tuhan sudah berkenan memperlihatkan, itu adalah satu berkat, dan berkat itu harus disimpan, karena memang bukan untuk diumbar secara tersurat.
Soal pandangan budaya, saya sendiri tidak tahu persis, sejak kapan ini ada di Indonesia. Tapi, pandangan ini terbukti sudah menghasilkan buah-buah yang buruk. Ada yang menganggap disabilitas sebagai penyakit bahkan aib, sehingga membuatnya tampak buruk rupa.
Makanya, ini jadi satu alasan, mengapa penyandang disabilitas bisa akrab dengan diskriminasi, bullying, dan sejenisnya. Pertimbangannya simpel tapi kejam, "hal buruk" layak mendapat perlakuan buruk, karena mereka sudah "membuat kesalahan besar di kehidupan sebelumnya".