Masalah makin lengkap, karena regenerasi pemain Timnas Uruguay tergolong mandek. Akibatnya, sejak periode pertama Tabarez selesai  mereka hanya mampu lolos ke Piala Dunia 2002.
Sederhananya, eks pelatih AC Milan ini bertugas meng-install ulang Timnas Uruguay. Sebuah tugas yang cukup rumit.
Meski terlihat berat, tugas ini mampu dijalankannya dengan sangat baik. Dalam hal komposisi pemain, Tabarez mampu memadukan nama-nama berpengalaman seperti Diego Forlan dan Diego Lugano dengan nama-nama muda seperti Diego Godin, Fernando Muslera, Edinson Cavani, dan Luis Suarez.
Perpaduan ini juga dilengkapi dengan filosofi "Processo" (proses) yang mengedepankan kesederhanaan. Secara personal, Tabarez sendiri sangat disegani para pemainnya, karena mampu menjadi figur "ayah" dan "guru" dalam tim.
Hasilnya, La Celeste bertransformasi menjadi satu tim tangguh, karena mampu memadukan kekompakan tim, kecerdasan taktikal, dan talenta pemain dengan baik.
Ketangguhan ini menjadi kunci kebangkitan Uruguay, yang secara berturut-turut menembus semifinal Piala Dunia 2010 dan Piala Konfederasi 2013, plus juara Copa America 2011.
Bukan hanya istimewa secara tim, pada periode ini muncul juga individu yang bersinar. Ada Diego Forlan, yang sukses meraih Bola Emas Piala Dunia 2010, dan Luis Suarez, yang menjadi pemain terbaik Copa America 2011.
Ketangguhan tim dan kecerdasan taktikal Tabarez, mampu membuat Uruguay kembali disegani. Mereka selalu jadi lawan yang sulit dihadapi, dan mampu mengekspos kelemahan lawan.
Tak heran, pengakuan datang dari berbagai pihak, salah satunya dari Marcel Desailly. Legenda Timnas Prancis ini secara sederhana mendeskripsikan taktik ala Tabarez seperti bunglon, karena adaptif terhadap karakteristik tim lawan.
Untuk kemampuan mengekspos kelemahan lawan, penampilan Timnas Uruguay saat menghajar Timnas Indonesia 7-1 di Jakarta, adalah satu contoh sederhana.