Keraguan soal Witan sendiri juga muncul dari suporter Lechia Gdansk di Polandia dan media setempat. Banyak yang mempertanyakan keputusan klub memboyong pemain kidal ini, karena masih ada talenta muda dari akademi klub, yang dinilai layak promosi ke tim utama.
Memang, eks pemain PSIM Yogyakarta ini masih belum lama bergabung, tapi masih terbatasnya kesempatan bermain di Lechia, membuat keraguan itu kembali muncul.
Apalagi, banyak pihak, termasuk media Polandia, yang menyebut transfer Witan ini hanya bagian dari strategi pemasaran klub. Setelah Egy hengkang, Witan menjadi alat promosi klub yang baru.
Mungkin terdengar kejam, tapi Lechia Gdansk sudah pasti ketagihan "efek" kedatangan pemain asal Indonesia. Maklum, sejak Egy datang, followers di akun media sosial klub meroket tajam. Dari yang tadinya tak sampai 30 ribu followers, saat ini sudah mencapai ratusan ribu.
Traffic media sosial klub pun meningkat signifikan, bersama dengan datangnya sponsor potensial. Praktis, jika tak ada perkembangan berarti setelah ini, Witan sepertinya hanya akan menjadi Egy yang lain di Polandia.
Tentunya, masih ada waktu untuk melihat, apakah Witan bisa mencatat lebih banyak menit bermain di tim utama atau tidak. Jika ternyata nanti tak ada perkembangan, bukan kejutan juga kalau pemain bernomor punggung 80 ini akan hengkang di akhir musim nanti, sebelum kontraknya usai, seperti saat di Radnik Surdulica.
Andai ini yang terjadi, seharusnya pengalaman Egy dan Witan di Lechia Gdansk bisa menjadi referensi paling jelas untuk pemain muda Indonesia di masa depan.
Meski liga Polandia punya akademi bagus dan timnas yang cukup sering tampil di Piala Dunia dan Piala Eropa, kompetisi ini ternyata bukan pilihan bagus untuk pemain Indonesia, yang ingin berkembang dan mendapat banyak kesempatan bermain di tim utama.
Di sisi lain, media kita juga tak perlu berlebihan dalam memberitakan pemain Indonesia yang bermain di sana. Memberitakan pemain yang hanya jadi alat promosi klub adalah satu hal sia-sia.
Kemungkinan ini memang pahit, tapi seharusnya bisa jadi pembelajaran buat PSSI dan pihak terkait, supaya lebih serius dalam mengelola sepak bola nasional.
Jangan sampai, pemain kita hanya jadi katak dalam tempurung di dalam negeri, dan hanya jadi alat promosi di luar negeri. Itu semua hanya bisa dihindari, jika sepak bola nasional punya tata kelola yang berkualitas di semua aspek.