Judul di atas adalah pertanyaan yang muncul di pikiran saya, setelah melihat progres awal kiprah Witan Sulaeman di Lechia Gdansk. Seperti diketahui, klub Ekstraklasa Polandia itu merekrut Witan di penghujung bulan Agustus silam.
Sebelumnya, Witan memperkuat Radnik Surdulica, dan sempat beberapa kali tampil bersama tim utama. Sayang, kiprahnya di sana terpaksa berakhir dini, setelah dirinya memutus kontrak bersama klub Serbia itu.
Pertimbangannya, selain karena menit bermain yang terbatas, klub ini sempat tersangkut kasus dugaan pengaturan skor di liga domestik. Jadi, hengkang adalah opsi aman.
Di klub kota pelabuhan Polandia, kedatangan pemain asal Sulawesi Tengah ini memang mampu menarik perhatian. Akun media sosial Lechia Gdansk pun kembali kebanjiran tamu warganet Indonesia, setelah sebelumnya sempat kena "unfollow massal" setelah Egy Maulana Vikri hengkang ke FK Senica (Slovakia).
Sedikit harapan muncul, karena Witan punya sedikit pengalaman bermain di Serbia. Ini jelas berbeda dengan Egy, yang saat bergabung dengan Lechia Gdansk (tiga tahun silam) sama sekali belum pernah bermain di klub Eropa.
Tapi, harapan itu sepertinya bisa menjadi satu keraguan, karena progres awal pemain bernomor punggung 80 ini di Polandia terlihat sangat santai.
Di saat Egy sudah mulai bermain di kasta tertinggi Liga Slovakia, tampil penuh di Piala Slovakia, dan membuat assist, Witan malah baru bermain di laga ujicoba, dan pertandingan tim U-23 klub, yang berkompetisi di kasta keempat.
Situasi ini mirip dengan Egy dulu. Selama tiga tahun di Polandia, senior Witan di SKO Ragunan itu lebih banyak bermain di tim U-23 atau pertandingan ujicoba.
Di tim utama, Si Kelok Sembilan hanya mencatat total 132 menit penampilan. Catatan selama tiga tahun ini bahkan sudah dilampauinya, hanya dalam waktu kurang dari satu bulan sejak pindah ke FK Senica.
Praktis, hal positif yang didapat hanya torehan juara Piala Polandia dan Piala Super Polandia, plus pengalaman di sesi latihan, tim U-23 dan laga ujicoba.