Judul di atas adalah ratapan sebagian Barcelonistas, yang mungkin menjadi satu tema umum kiprah Barcelona musim ini. Penyebabnya, masalah bagai datang tanpa henti, bahkan sejak sebelum musim 2021/2022 dimulai.
Masalah dimulai dari krisis keuangan klub. Awalnya, masalah ini datang dari mismanajemen di era Josep Maria Bartomeu, tapi semakin parah akibat imbas pandemi.
Adanya kebijakan "salary cap" dari La Liga Spanyol juga membuat situasi makin runyam. Raksasa Catalan dipaksa  harus mentaati kebijakan ini, supaya neraca keuangan klub tetap sehat.
Alhasil Barca dipaksa melakukan bongkar pasang skuad, sampai detik-detik terakhir bursa transfer musim panas lalu. Dimana, Azulgrana saat itu meminjamkan Antoine Griezmann ke Atletico Madrid, Â meminjam Luuk De Jong dari Sevilla, plus menjual Emerson Royal ke Tottenham Hotspur, meski sebenarnya belum lama dipermanenkan dari Real Betis.
Pemain senior seperti Gerard Pique dan Jordi Alba juga ikut dipaksa menerima pemotongan gaji signifikan, demi bisa membantu klub mendaftarkan pemain baru seperti Sergio Aguero dan Memphis Depay.
Dampak ekstrem pun hadir, karena Blaugrana dipaksa merelakan Lionel Messi hengkang secara gratis. Begitu juga dengan Illaix Moriba, gelandang muda jebolan akademi La Masia, yang dilepas ke RB Leipzig, setelah negosiasi perpanjangan kontraknya macet.
Mau tak mau, semua keruwetan ini sukses memaksa tim tampil seadanya, dengan menyertakan pemain-pemain jebolan akademi seperti Ronald Araujo, Gavi, dan Ansu Fati.
Mereka diplot sebagai kerangka era baru tim, bersama pemain berbakat macam Pedri dan Frenkie De Jong. Masalahnya, transisi Los Cules selepas Lionel Messi pergi tak semulus kelihatannya.
Para pemain muda selain Pedri dan Frenkie De Jong, rata-rata masih belum berpengalaman di tim utama. Ansu Fati yang disebut-sebut berbakat pun masih belum menemukan bentuk terbaik, karena sempat absen panjang akibat cedera.
Pemain baru yang datang pun setali tiga uang. Memphis Depay masih berupaya menemukan bentuk permainan terbaik, Luuk De Jong terlihat seperti opsi cadangan, sementara Aguero masih absen karena cedera otot.
Para pemain senior yang tersisa pun sebagian diantaranya ternyata sudah "habis masa". Tak mulusnya regenerasi dari pemain jebolan akademi La Masia, yang sebenarnya sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir, akhirnya jadi bom waktu yang sekarang meledak.
Disebut demikian, karena saat pelatih Ronald Koeman mulai mencoba memasukkan pemain-pemain muda di tim utama, perbedaan kualitasnya langsung terlihat. Bukan berarti mereka jelek, tapi butuh waktu sedikit lebih lama untuk bisa memoles mereka menjadi pemain bintang.
Jadi, wajar kalau Barca mencatat performa kurang maksimal di awal musim ini. Jangankan mengalahkan Bayern Munich di Liga Champions, menghadapi Granada saja masih kewalahan.
Level kualitas aktual tim yang ada memang belum cukup bisa untuk diharapkan langsung tampil di level terbaik. Masih ada banyak hal yang harus ditingkatkan.
Jadi, akan aneh jika Barcelonistas hanya menyalahkan Koeman seorang. Masalah yang ada sekarang adalah hasil dari mismanajemen bertahun-tahun dan menjadi masalah tim secara umum.
Pelatih asal Belanda itu sebenarnya sudah melakukan pendekatan yang cukup tepat, sesuai dengan kondisi tim, termasuk dalam hal finansial. Jadi, sang meneer adalah sosok yang tepat untuk tim, dalam kondisi amburadul seperti sekarang.
Pengalamannya membina pemain muda di klub dan timnas Belanda sudah teruji. Latar belakangnya sebagai anak didik Johan Cruyff pun sesuai dengan rencana kebijakan Barcelona di bawah kepemimpinan Joan Laporta, yang notabene merupakan seorang Cruyffista.
Jadi, tuntutan untuk mendepak Ronald Koeman jelas bukan sesuatu yang logis. Andai dipecat pun, Barca belum tentu mampu membayar kontan kompensasinya. Bukan kejutan jika legenda Barca ini bertahan sampai kontraknya habis akhir musim ini.
Soal pelatih baru, memangnya siapa pelatih terkenal yang mau melatih The Catalans, dengan kondisi mereka saat ini? Xavi Hernandez, yang tergolong masih hijau pun sempat menolak, apalagi pelatih macam Pep Guardiola atau Antonio Conte.
Dengan kondisi compang-camping, dan ditinggal bintang sekelas Messi, hanya pelatih yang memang mencintai klub, atau sedang mencari tantangan ekstrem saja, yang mau duduk di kursi panas Nou Camp.
Praktis, daripada menuntut hal aneh-aneh, seharusnya Barcelonistas hanya perlu menikmati kiprah tim kesayangan mereka tanpa ekspektasi berlebihan. Musim ini adalah periode transisi penuh kekacauan di Catalonia.
Karenanya, hanya ada bersih-bersih di sana-sini. Ekspektasi tinggi memang biasa hadir di klub juara Liga Champions lima kali seperti mereka, tapi waktunya bukan sekarang.
Rival bebuyutan Real Madrid ini baru bisa kembali diharapkan berprestasi, jika masalah yang ada saat ini sudah benar-benar beres. Meskipun, kita tak tahu persis kapan waktu itu akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H