Jelang bergulirnya Liga 2, klub AHHA PS Pati FC membuat satu keputusan mengejutkan. Klub milik YouTuber Atta Halilintar ini mencoret dua pemain berlabel Timnas, karena alasan indisipliner.
Di tim berlogo kuda jingkrak ini sendiri, terdapat empat pemain berlabel Timnas Indonesia, yakni Zulham Zamrun, Sutan Zico, Nurhidayat, dan Yudha Febrian.
Sebenarnya, manajemen klub asuhan Ibnu Grahan ini memilih tidak membeberkan nama. Tapi, dari komposisi pemain yang tampil saat menang 1-0 atas Persija Jakarta di laga uji coba terakhir, dua nama terakhir sudah tak tampak.
Bisa jadi, merekalah yang dimaksud. Ini baru dugaan, tapi, keduanya memang sama-sama pernah dicoret dari Timnas Indonesia. Alasannya kurang lebih sama: Indisipliner.
Yudha pernah dipulangkan oleh pelatih Shin Tae-yong, dari timnas Indonesia U-19. Sementara Nurhidayat, eks pemain PSM Makassar dan Bhayangkara FC ini juga pernah dipulangkan dari Dubai, saat menjalani pemusatan latihan bersama Timnas senior Indonesia.
Jika benar keduanya yang dicoret, tentu agak disayangkan. Usia mereka sama-sama masih muda, tapi terlanjur terkena "star syndrome", akibat silau dengan label pemain Timnas.
Padahal, kalau dilihat lagi, dua pemain muda ini masih tergolong muka baru di Timnas. Dalam artian, mereka belum punya pengalaman bermain cukup banyak bersama Tim Garuda.
Masih banyak yang bisa ditingkatkan. Jadi, mendapat panggilan Timnas Indonesia bukan alasan buat seorang pemain untuk boleh semaunya.
Jangan lupa, Timnas Indonesia termasuk tim yang gemar bongkar pasang pemain. Belakangan, Timnas Indonesia sendiri punya tim kelompok umur yang juga sering berganti personel.
Otomatis, ada begitu banyak pemain berlabel Timnas yang terlibat. Tapi, dari sekian banyak nama itu, tak banyak yang bisa rutin dipanggil, misalnya seperti Evan Dimas.
Jika pemain tersebut memang pemain pilar utama Timnas, mungkin label pemain Timnas akan lebih relevan. Tak ada banyak pertanyaan soal gaji atau kualitas, karena memang sudah terbukti.
Jadi, label pemain Timnas akan jadi bumerang buat pemain pendatang baru. Jika ternyata si pemain statusnya hanya "pernah dipanggil", label pemain Timnas akan membuat klub pusing. Standar gaji tinggi, tapi kualitas tak jauh beda dengan pemain tanpa label.
Belum lagi, kalau si pemain ternyata punya catatan indisipliner. Klub tak bisa hanya "merangkul bukan memukul", karena perkara ini berkaitan dengan pembentukan karakter.
Jika karakternya dibiarkan buruk, sama saja bohong. Akibatnya, label pemain Timnas hanya sebuah jebakan.
Di sini, media juga perlu mulai mengubah sudut pandang, dengan tak melebih-lebihkan pemain yang dipanggil Timnas.
Mengingat ranking FIFA Timnas Indonesia yang belakangan cenderung turun, rasanya label pemain Timnas tak perlu dijadikan parameter lagi, setidaknya sampai peringkat Timnas Indonesia sudah berada di 50 besar dunia.
Ini penting, supaya para pemain tak mudah silau dan berulah. Dengan demikian, klub tak perlu khawatir, karena mereka tak mengontrak kucing dalam karung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H