"Kamu harus beraktivitas di luar, olahraga, bergerak, keluar rumah."
Itulah saran yang berkali-kali kudengar, tapi tak pernah kuikuti. Bukan karena malas, aku hanya mencoba untuk berhati-hati, karena pagebluk sedang menggila.
Aku hanya berusaha tertib semampuku, karena pernah mengalami sendiri, bagaimana hidup bersama pagebluk di ibukota, tempat dimana pagebluk mengamuk paling ganas di negeri ini.
Masih terngiang di ingatanku, betapa ngerinya suasana di sana. Ada aturan, tapi yang melanggar lebih banyak dari yang mentaati. Ada banyak nyawa melayang, dan banyak rumah sakit kewalahan.
Pengalaman itu terlalu mengerikan untuk ditoleransi, apalagi setelah ada kerabat yang meninggal karenanya. Dengan kondisi tubuh yang lemah dan memang pernah ambruk karena terkena demam berdarah, aku memilih untuk berusaha sehati-hati mungkin.
Saat akhirnya harus pulang ke Kota Klasik pun, aku benar-benar menimbang semuanya dengan matang, tetap berusaha tenang walau sedang genting, dan mensinkronkan segalanya.
Aku ingat, mereka pernah menyebutku aneh dan terlalu santai, padahal akulah yang berada di area paling gawat. Kulihat semuanya, kutimbang, dan kuputuskan, sambil dalam hati terus berdoa.
Apa yang terjadi?
Semua berjalan lancar dan serba tepat. Aku bisa membereskan semua tugas, berpamitan dengan semua orang, dan pulang dengan selamat bersama oleh-oleh pampasan perang. Sebuah berkat luar biasa, yang membuat takjub semuanya, termasuk mereka yang meragukanku.
Saking takjubnya, aku ingat, mereka semua kompak berkata,
"Kamu beruntung sekali. Seperti benar-benar dituntun dari atas."