Seperti diketahui, di era sepak bola modern, sponsor menjadi satu medium utama pendapatan dan promosi turnamen. Semakin bagus kredibilitas kompetisinya, semakin banyak juga sponsor kelas kakap yang datang.
Tapi, jika kredibilitasnya jelek, sponsor enggan datang. Penyelenggara turnamen pun bisa tekor akibat kurang pemasukan. Jadi wajar jika UEFA bersedia disponsori  produsen minuman "risky product", karena mereka berani membayar mahal, dengan paket kerjasama paling bagus.
Ini jelas bukan sesuatu yang bisa ditawarkan oleh semua "safe product", karena anggaran promosi mereka tak sebesar "risky product", strategi promosinya juga tak senekat "risky product". Mereka hanya bisa diimbangi oleh produk-produk dari perusahaan kelas raksasa, termasuk apparel olah raga macam Adidas, Nike atau Puma.
Pada akhirnya, setelah sempat menimbulkan pro-kontra, "Drama Botol Minuman" akhirnya ditertibkan UEFA, setidaknya untuk sementara. Uniknya, drama ini sekaligus menjadi satu contoh aktual dari ungkapan lawas dalam etika bisnis:
"Sesuatu yang etis kadang belum tentu legal, tapi sesuatu yang legal pun kadang juga belum tentu etis."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H