Belum lagi, jika pagebluk ikut jadi alasan. Entah kenapa, pagebluk seolah jadi lagu wajib dalam segala hal, khususnya untuk membenarkan diri.
Kadang, mereka hilang tanpa kabar, menggantung semua dengan enaknya. Melenyapkan daya upaya, selagi waktu makin tak memihak. Sudah tahun kedua pagebluk, tapi masih begitu-begitu saja.
Aku terjebak di lintasan waktu. Terpasung oleh pandangan sempit, dan tersakiti oleh kebohongan yang menyandera kedamaian.
Andai lintasan waktu seperti jalan setapak, aku ingin menapaki lagi kesialan demi kesialan yang kualami, bersama rasa pahit yang kudapat.
Walau tak bisa kulenyapkan semuanya, paling tidak, ada rasa pahit yang berkurang, seperti kopi yang diberi rum atau gula aren. Ada yang bisa sedikit diperbaiki, jauh sebelum pagebluk ini datang.
Semua ini kadang membuatku sangat merindukan masa-masa bangkit itu. Ingin rasanya kembali ke sana, tapi semoga masa itu bisa datang kembali, bersama waktu yang terus berjalan karena melangkah maju, bukan diputar balik ke belakang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H