Tanpa ulah oknum nakal yang viral saja, keadaan sudah lesu, apalagi jika ada. Di sini, bersikap defensif, apalagi antikritik hanya akan membuat keadaan lebih buruk.
Keadaan memang serba susah, tapi bukan berarti boleh bertindak seenaknya. Jadi, daripada sibuk menggembar-gemborkan klaim yang belum tentu benar, sebaiknya semua pihak terkait mulai menertibkan dan menindak tegas oknum nakal, dan memberlakukan kebijakan tarif yang jelas.
Supaya, tak ada lagi orang yang merasa dikuras isi dompetnya, hanya karena harga yang kelewat mahal. Memalukan jika image "harga serba murah" dari daerah lain justru menghasilkan perilaku "murahan" seperti ini.
Lebih memalukan lagi, jika mantra romantisasi "kenangan dan rindu", justru mendatangkan "kenangan yang tak dirindukan". Andai ini terus-menerus dibiarkan, jangan kaget jika turis menganggap kunjungan ke daerah tujuan wisata ini sebagai sesuatu yang "sekali berarti sudah itu mati".
Jadi, daripada sibuk menggembar-gemborkan klaim yang belum tentu valid, sudah saatnya klaim itu dibuktikan dengan serius melakukan penertiban secara menyeluruh dan kontinyu. Dengan demikian, image buruk yang ada akan hilang tanpa perlu repot-repot klarifikasi kesana-kemari.
Apalah artinya daerah tujuan wisata tanpa kunjungan wisatawan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI