Judul di atas mungkin terdengar agak sarkastik, tapi inilah keheranan yang terlintas di pikiran saya, segera setelah final Liga Champions berakhir dengan kemenangan Chelsea, Minggu (30/5, dinihari WIB).
Dalam partai yang dihelat di Stadion Do Dragao ini, Chelsea menang 1-0 atas Manchester City, berkat gol tunggal Kai Havertz di akhir babak pertama.
Secara hasil akhir, ini membuat Chelsea sukses meraih trofi Liga Champions kedua sepanjang sejarah klub, dan menjadi penutup manis dari sebuah musim penuh turbulensi. Maklum, Chelsea sempat mengalami pergantian pelatih di pertengahan musim, saat Thomas Tuchel datang menggantikan Frank Lampard.
Tapi, jika melihat jalannya pertandingan, ini adalah final paling aneh yang pernah saya lihat. Dari segi permainan, tak ada variasi taktik yang benar-benar membuat pertandingan jadi lebih hidup, karena semua sudah serba diantisipasi.
Chelsea menjalankan taktik pertahanan berlapis dengan strategi serangan balik cepat. Formasi lima bek dan garis pertahanan rendah yang mereka terapkan sukses membuat City mati kutu.
Tak ada tembakan yang benar-benar memaksa kiper Edouard Mendy sibuk melakukan penyelamatan, karena para pemain Chelsea bertahan sangat rapat, seperti memarkir sebuah truk kontainer di depan gawang.
Satu-satunya tontonan bagus yang disuguhkan hanya gol Kai Havertz, yang dengan jeli memanfaatkan celah terbuka di pertahanan City, dan menggocek Ederson, sebelum akhirnya menceploskan bola ke gawang kosong.
Selebihnya, hanya tersaji pemandangan di mana City mengontrol penguasaan bola, tapi Chelsea mampu mengontrol situasi. Boleh dibilang, pertandingan praktis selesai setelah Havertz mencetak gol, karena City sudah benar-benar dibuat buntu sejak kick off laga yang juga jadi panggung pamungkas Sergio Aguero bersama City.
Pendekatan taktis Pep Guardiola, diredam juga oleh pendekatan taktis Tuchel. Pertarungan taktik ini awalnya terlihat menarik, tapi karena terlalu taktis, pertandingan final Liga Champions ini malah jadi tidak menarik.
Secara skor akhir, Chelsea menang, tapi secara kualitas permainan di pertandingan setingkat final Liga Champions, kedua tim sama-sama kalah. City kehilangan kreativitas, dan Chelsea beruntung karenanya.
Pemandangan "kacau" di kota Porto ini semakin sempurna, karena kedua tim sama-sama punya pemain yang diganti karena cedera.
Di Chelsea, ada Thiago Silva yang mengalami cedera otot karena salah tumpuan saat membuang bola. Akibatnya, bek Brasil ini terpaksa diganti dengan Andreas Christensen.
Sementara itu, City punya Kevin De Bruyne yang terpaksa harus diganti oleh Gabriel Jesus, setelah dilanggar keras oleh Antonio Rudiger. Akibatnya, bintang Timnas Belgia itu sempat terkapar di lapangan, dan cedera ini akan membuat pelatih Timnas Belgia ketar-ketir, karena Euro sudah dekat.
Boleh dibilang, final Liga Champions kali ini hanya menyenangkan bagi fans Chelsea, meski pada prosesnya mereka dibuat deg-degan karena Si Biru bermain sangat bertahan. Sekilas ini mirip dengan final 2012, saat satu serangan tinggal mereka berbuah gol dramatis Didier Drogba. Bedanya, kala itu mereka tertinggal lebih dulu.
Di sisi lain, City juga tak layak menyebut diri sebagai "juara tanpa mahkota", karena mereka tak melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Ruben Dias dkk malah terhanyut dalam skenario buatan Chelsea, sebelum tenggelam dalam kekalahan.
City bisa saja mengkritisi gaya main Chelsea sebagai sebentuk sepak bola negatif, tapi mereka juga pantas dikritik, karena tak mampu berbuat banyak untuk mencetak gol. Jangankan mencetak gol, membuat tembakan ke gawang saja sudah sangat kesulitan.
Tapi, pada akhirnya, sebuah pertandingan selalu berbicara tentang hasil akhir. Berhubung hasil akhir berpihak pada Chelsea, ucapan selamat tetap berhak diberikan, karena mereka mampu membawa pulang trofi Liga Champions ke London.
Memang, seburuk apapun caranya, kemenangan tetaplah kemenangan, karena mereka tahu persis apa yang harus dilakukan: menang, apapun caranya. Suka atau tidak, pemenang akan tetap diingat sebagai pemenang, sekalipun ada "juara tanpa mahkota" yang tampil luar biasa bagus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H