Rupanya, respon keras dari berbagai penjuru ini akhirnya berbuah manis. Hanya berselang dua hari, semua klub peserta, kecuali Real Madrid dan Juventus, kompak menarik diri.
Melalui situs resmi masing-masing klub, mereka juga permohonan maaf resmi kepada suporter. Akibatnya, proyek Liga Super Eropa yang ambisius itu pun resmi ditunda.
Tentunya, ini jadi satu kabar melegakan, karena klub masih ingat, karena dan untuk siapa mereka ada, hingga jadi sebesar sekarang.
Di sisi lain, kasus ini menjadi satu evaluasi serius bagi UEFA (bersama FIFA dan federasi nasional) untuk bisa lebih transparan soal keuangan, dan rutin memperbaiki mutu kompetisi.
Jika tidak, kasus serupa bisa terjadi lagi, dengan daya rusak yang bisa jadi lebih parah, terutama jika konsep "kompetisi tandingan" yang hadir ternyata lebih matang dan berkualitas.
Menariknya, ESL, yang hanya berumur dua hari, sehingga layak untuk dianggap sebagai sebuah lelucon, justru menjadi satu momen penegasan: di era industrialisasi sepak bola, popularitas dan uang memang punya panggung besar, tapi tanpa dukungan suporter, semua itu tak ada artinya, layaknya semangkuk bakso tanpa bakso.
RIP European Super League.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI