Judul di atas adalah pertanyaan yang muncul, seiring kekalahan 0-1 Juventus atas tim promosi Beneveto, dalam lanjutan Liga Italia, Minggu (21/3).
Akibatnya, sang juara bertahan Serie A gagal menggeser AC Milan (peringkat kedua) dan merapatkan jarak dengan Inter Milan sang Capolista.
Pertanyaan tentang Juve ini mengemuka, setelah melihat pendekatan bermain mereka kala menghadapi tim asuhan Pippo Inzaghi.
Sebenarnya, anak asuh Andrea Pirlo menerapkan pendekatan sangat positif. Mereka mendominasi penguasaan bola, dan membuat banyak peluang gol.
Tapi, mereka sama sekali tidak efektif, karena dominasi itu ternyata hanya "atraksi membuang peluang", karena tak ada yang menjadi gol. Mereka malah kecolongan satu gol, setelah Adolfo Gaich sukses memanfaatkan blunder Arthur untuk menjebol gawang Wojciech Szczesny di menit ke 69.
Sebelumnya, Si Zebra sempat mencetak gol lewat aksi Cristiano Ronaldo di babak pertama, tapi gol itu dianulir karena CR7 sudah terjebak offside.
Selebihnya, mereka benar-benar dibuat mati kutu, karena pertahanan Beneveto tampil sangat disiplin. Alhasil, Juve seperti membentur tembok tebal di Allianz Arena.
Secara taktis, mendominasi penguasaan bola dan membuat banyak peluang memang jadi prinsip bermain ala Andrea Pirlo. Sayang, di Italia, pendekatan semacam ini justru terlihat seperti bunuh diri, karena menafikan efektivitas serangan.
Oke, sang metronom legendaris Italia memang diwarisi tim yang sudah mendominasi liga sejak hampir sedekade terakhir. Masalahnya, tim yang sudah ada ini didesain untuk bermain efektif, bukan atraktif.
Mereka memang bisa bermain atraktif, tapi itu akan membuat efektivitas yang ada menjadi tumpul. Sebelumnya, ini sudah terlihat musim lalu, saat Leonardo Bonucci dkk ditangani Maurizio Sarri.
Di bawah komando pelatih nyentrik ini, mereka memang mampu bermain agresif dan meraih Scudetto lagi. Tapi, kelemahan mereka dalam mengantisipasi serangan balik sudah terekspos sedemikian rupa.
Hanya saja, mereka saat itu masih beruntung, karena performa tim rival masih inkonsisten. Jadi, saat hasil buruk datang, semua masih aman.
Tren itu tak terulang lagi musim ini, karena ada AC Milan dan Inter Milan yang sejauh ini cukup konsisten. Mereka mampu bermain efektif, dan meraih hasil positif, disaat Juve kehilangan poin penuh.
Boleh dibilang, kekalahan atas tim asuhan Filippo Inzaghi kali ini benar-benar mengekspos kelemahan Juve saat mencoba bermain cantik, sekaligus menunjukkan, mereka sudah mulai "habis" di liga, karena cenderung stagnan.
Praktis, untuk musim ini, para pecinta Serie A bisa mulai berharap, akan hadir juara baru setelah sedekade lamanya. Di sisi lain, Si Nyonya Tua agaknya perlu mulai melihat ke musim depan, sambil membenahi tim yang sudah usang, kecuali jika ada kebangkitan luar biasa setelah laga ini.
Mereka memang sudah terbukti mampu mendominasi liga, tapi sebuah dominasi terlalu lama ini hanya menghasilkan stagnasi, karena tak mampu naik ke level berikutnya (seperti laju Juve di Liga Champions) sebelum akhirnya menjadi sebuah penurunan sebagai penanda akhir.
Mungkin, kisah dominasi Juve di Italia memang sudah mendekati halaman belakang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H