Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kisah Sumir Hotelisasi di Yogyakarta

22 Februari 2021   07:15 Diperbarui: 22 Februari 2021   07:20 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hotel Tentrem Yogyakarta (Kompas.com)

Dalam beberapa tahun terakhir, maraknya pembangunan hotel baru, seiring pertumbuhan pesat jumlah wisatawan yang datang ke Yogyakarta menjadi satu hal yang sempat mengundang pro kontra.

Di satu sisi, ini memang akan bermanfaat secara ekonomi, karena bisa menyerap banyak tenaga kerja. Selain itu, perkembangan sektor pariwisata pun bisa ikut terdongkrak, dan bisa berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi mikro dan makro.

Memang, dalam posisinya sebagai salah satu daerah destinasi wisata, Yogyakarta butuh infrastruktur pendukung, salah satunya hotel. Tak heran, perizinan membangun hotel baru di sini cukup longgar, dan pemilik hotel berbondong-bondong datang membangun hotel baru.

Masalahnya, pembangunan hotel baru di sini tergolong jor-joran, dan kurang memikirkan efek jangka panjang. Misalnya, masalah lingkungan terkait masalah kualitas air tanah, atau potensi banjir di area padat penduduk, akibat berkurangnya lahan resapan seperti di Jakarta.

Begitu juga dengan efek sosial, terkait lunturnya identitas atau karakteristik suatu daerah, akibat tergusurnya lahan pemukiman penduduk, karena dijadikan hotel.

Sebagai informasi, pembangunan hotel di Yogyakarta tak hanya terpusat di satu area tertentu, layaknya di Bali, tapi merata di berbagai area, mulai dari pusat kota sampai pinggiran kota.

Belum lagi, jika homestay atau rumah kost (untuk pelajar dan mahasiswa) yang juga banyak dibangun, ikut masuk hitungan. Jumlahnya seperti jamur di musim hujan.

Awalnya, semua terlihat baik-baik saja. Kekhawatiran semacam ini dianggap angin lalu, karena perputaran uang yang masuk cukup besar. Meskipun, argo pertumbuhan upah minimum regional di sini nyatanya tetap santai dari tahun ke tahun.

Tapi, seiring merebaknya pandemi Corona, berbagai sektor ikut terimbas, bahkan kolaps. Salah satu sektor yang kolaps adalah sektor pariwisata.

Alhasil, kekhawatiran yang sempat jadi angin lalu itu justru menjadi satu masalah besar, yang kini jadi PR besar semua pihak terkait.

Wujudnya bukan berupa masalah lingkungan, tapi mangkraknya sejumlah hotel akibat terus merugi. Bahkan, ada juga yang dijual secara online, seperti pada link iklan berikut.

Bagi mereka yang ingin berbisnis, mungkin ini terlihat menarik. Tapi, dengan kondisi seperti sekarang, harga jual hotel (dan homestay) yang berkisar antara miliaran sampai ratusan miliar rupiah itu jelas sulit dijangkau, dan masih kurang prospektif, kecuali jika kondisi perekonomian sudah normal.

Entah kebetulan atau bukan, pandemi Corona sukses memaksa hotelisasi di Yogyakarta menampilkan wajah sumirnya. Banyak orang kena PHK, karena hotel tempat mereka bekerja ditutup dan dijual.

Kalau sudah begini, seharusnya Yogyakarta sudah mulai berpikir, untuk tak hanya menjual "rindu dan kenangan". Sektor pariwisata tidak tahan banting di kondisi krisis. Terbukti, banyak hotel yang ternyata tinggal kenangan akibat ditutup atau dijual gegara pandemi.

Itu bisa dilakukan, misalnya dengan mengembangkan sektor kuliner, memanfaatkan digitalisasi pendidikan secara optimal, atau yang lainnya.

Banyak jalan menuju cuan, seperti halnya menuju Roma, bahkan saat sedang krisis sekalipun. Tinggal bagaimana itu dilihat dan diseriusi.

Kenangan dan rindu memang romantis, tapi kehidupan selalu nyata dan realistis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun