Bagi mereka yang ingin berbisnis, mungkin ini terlihat menarik. Tapi, dengan kondisi seperti sekarang, harga jual hotel (dan homestay) yang berkisar antara miliaran sampai ratusan miliar rupiah itu jelas sulit dijangkau, dan masih kurang prospektif, kecuali jika kondisi perekonomian sudah normal.
Entah kebetulan atau bukan, pandemi Corona sukses memaksa hotelisasi di Yogyakarta menampilkan wajah sumirnya. Banyak orang kena PHK, karena hotel tempat mereka bekerja ditutup dan dijual.
Kalau sudah begini, seharusnya Yogyakarta sudah mulai berpikir, untuk tak hanya menjual "rindu dan kenangan". Sektor pariwisata tidak tahan banting di kondisi krisis. Terbukti, banyak hotel yang ternyata tinggal kenangan akibat ditutup atau dijual gegara pandemi.
Itu bisa dilakukan, misalnya dengan mengembangkan sektor kuliner, memanfaatkan digitalisasi pendidikan secara optimal, atau yang lainnya.
Banyak jalan menuju cuan, seperti halnya menuju Roma, bahkan saat sedang krisis sekalipun. Tinggal bagaimana itu dilihat dan diseriusi.
Kenangan dan rindu memang romantis, tapi kehidupan selalu nyata dan realistis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H