Ini adalah situasi tumbang kedua dalam sepekan terakhir, yang tak pernah kualami di ibukota. Entah disadari atau tidak, aku malah melihat, situasi di sini terlalu absurd.
Sekali tumbang akibat kelelahan, lalu tumbang lagi akibat keracunan makanan. Padahal ini tempat yang konon katanya berbudaya sangat santai.
Santai apanya?
Ada mentalitas instan, yang ingin semua jadi beres sekaligus dalam semalam, sekalipun kondisinya kurang terurus.
Ada yang akhirnya harus pakai uang dan tenaga ahli, demi mengebut semuanya. Apalagi, toko saingan baru muncul di depan hidung.
Aku jelas kocar-kacir dalam kebingungan ini. Masih belum genap sebulan, tapi sudah dibuat bingung dan dua kali tumbang.
Apa-apaan ini?
Dear Diary,
Mungkin ini memang baru awal. Tapi, sepertinya aku harus mulai melihat betul situasinya. Terutama kalau nanti aku terpaksa tumbang lagi, entah karena apa.
Yah, setidaknya aku perlu fokus dulu pada apa yang harus dikerjakan sekarang. Semua ada waktunya, juga ada batasnya.
Satu hal yang pasti, hati memang tidak untuk dimakan, karena sudah terbukti membuatku ambruk.