Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Negeri Satu Sisi

12 November 2020   01:51 Diperbarui: 12 November 2020   02:03 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mimpi adalah kunci."

Begitu kata-kata mutiara yang banyak melecut semangat orang. Benar, mimpi adalah penunjuk jalan bagi banyak orang, untuk tetap yakin, apapun situasinya.

Tapi, di Negeri Satu Sisi, jika ditelan mentah-mentah, kata-kata itu bagai bius beracun, termasuk bagi kami yang secara fisik berkekurangan. Benar, mereka senasib denganku, dan punya jiwa kompetitif bagai hiu ganas mencium bau darah.

Sama sepertiku, mereka juga terlihat bersemangat, mengejar harapan kecil untuk tetap hidup, dari satu tempat pelatihan ke tempat pelatihan lain. Mungkin, itu terlihat positif sekali dari luar, dan seharusnya aku tak perlu merasa asing, karena tak jadi "makhluk asing" diantara orang-orang normal untuk sementara.

Sayang, meski senasib secara fisik, nyatanya jiwaku malah merasa terasing, seperti ada di alam lain. Dunia mereka seperti dunia anak kecil dalam gendongan ibunya, bukan dunia brutal bagai rimba belantara.

Dalam timang dan gendongan, mereka melihat semua dengan nyaman, merasa semua mudah hanya dengan modal semangat. Tapi, mereka tak pernah dibiarkan jatuh bangun karena belajar berjalan, membaur dengan keramaian, atau bebas menjadi diri sendiri, hanya karena keadaan jadi alasan.

Sesulit itukah?

Saat harus menghadapi dunia nyata yang bar-bar itu sendirian, aku sering melihat, kelompok ini malah terlihat kebingungan. Keadaan kurang mendukung, nyali kurang, tapi tak ada didikan yang menguatkan. Kata-kata manis dan penyeragaman begitu rupa telah sukses meninabobokan mereka dari kenyataan.

Aku tak pernah melihat rasa sakit di wajah mereka saat kabar buruk datang. Mereka seperti dididik untuk tak punya ekspresi, dan bisa langsung move on.

Ini memang terlihat bagus dari luar, tapi aku justru merasa getir saat melihat ke dalamnya. Ada bara api dalam sekam, yang menyimpan banyak rasa sakit, cemburu dan pahit. Gelap sekali.

Aku hanya bisa diam, saat hal baik itu datang kepadaku. Tak ada ruang untuk membahasnya, kecuali saat semua sudah jadi rahasia umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun