Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kisah Perjalanan Pablo Zabaleta

19 Oktober 2020   13:53 Diperbarui: 19 Oktober 2020   14:00 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pablo Zabaleta (Goal.com)

Bicara soal pemain bintang asal Argentina era modern, kebanyakan orang akan menyebutkan nama-nama pemain di posisi menyerang. Misalnya Sergio Aguero, Lionel Messi, atau yang terkini Lautaro Martinez. Maklum, Negeri Tango memang dikenal punya stok pemain melimpah di lini serang.

Tak banyak pemain lini belakang, yang benar-benar punya profil meyakinkan, setelah berakhirnya era Javier Zanetti dan Walter Samuel. Salah satu dari sedikit kasus itu ada pada diri Pablo Zabaleta.

Ya, pemain keturunan Basque ini menjadi satu dari sedikit bek berkualitas Timnas Argentina era modern. Tapi, sebelum menjadi bek sayap, ia mengawali karirnya sebagai seorang gelandang bertahan di klub Dan Lorenzo, yang sudah diperkuatnya sejak level junior.

Bersama klub favorit Paus Fransiskus ini, ia mampu berkembang menjadi bek sayap bertalenta, dengan gaya main lugas, tak kemsl kompromi. Alhasil, panggilan dari Timnas Argentina U-20 pun datang.

Bersama tim junior Argentina, ia menjadi kapten tim, sekaligus pemain kunci. Pada Piala Dunia U-20 edisi 2005, tim yang juga diperkuat Lionel Messi dan Sergio Aguero ini mampu meraih trofi juara.

Inilah panggung besar pertama, yang membuat Messi dkk angkat nama di level atas. Zabaleta sendiri lalu pindah ke Espanyol, berkat performa impresifnya di Belanda.

Pada periode awal karirnya. Zabaleta sempat dilatih oleh Manuel Pellegrini di level klub, dan Sergio Batista di level Timnas junior. Uniknya, Pellegrini juga menjadi pelatih Zabaleta di Manchester City dan West Ham United, sementara itu, Sergio Batista menjadi pelatihnya di Timnas senior Argentina, di Copa America 2011.

Bersama rival sekota Barcelona ini, Zabaleta semakin berkembang. Bukan hanya dari segi performa, tapi juga prestasi. Di Espanyol, Zabaleta sukses meraih trofi Copa Del Rey (2005/2006), dan mencapai final Piala UEFA (kini Liga Europa) musim 2006/2007, sebelum akhirnya kalah adu penalti atas Sevilla.

Tapi, aksinya di Timnas Argentina-lah, yang kembali membantunya pindah klub. Sama seperti sebelumnya, Zabaleta kembali meraih prestasi di bawah komando Sergio Batista, dalam tim yang antara lain diperkuat Lionel Messi, Sergio Aguero, Sergio Romero, dan Angel Di Maria.

Kesuksesan La Albiceleste meraih medali emas Olimpiade 2008, membuat Zabaleta berkesempatan pindah ke Liga Inggris, dengan Manchester City sebagai tim tujuan. Uniknya, Zabaleta menjadi pembelian terakhir klub, tepat sebelum dimulainya era kepemilikan Sheikh Mansour.

Bersama The Eastlands, pemain yang juga berpaspor Spanyol ini mampu menjadi pemain reguler, baik di klub maupun di Timnas senior Argentina.

Di klub, Zabaleta sukses meraih 2 trofi Liga Inggris (2011/2012 dan 2013/2014), 2 gelar Piala Liga (2013/2014 dan 2015/2016), satu gelar Piala FA (2010/2011), dan satu trofi Community Shield (2012).

Selain mencatat lebih dari 200 penampilan di Manchester Biru, Zabaleta juga terlibat dalam sejumlah momen penting klub. Salah satunya, saat dirinya mencetak gol pembuka, dalam kemenangan dramatis 3-2 atas QPR, yang memberikan trofi Liga Inggris musim 2011/2012.

Di Timnas Argentina, bek plontos ini turut ambil bagian, saat Lionel Messi dkk mencapai final Piala Dunia (2014) dan Copa America (2015 dan 2016). Hanya saja, kali ini ia tak seberuntung saat masih di tim junior, karena selalu kalah di final.

Total, Zabaleta mencatat 58 penampilan dalam seragam Putih-Biru Langit tanpa pernah mencetak gol, dengan penampilan terakhir di ajang Copa America Centenario 2016.

Kiprah Zabaleta di kota Manchester berakhir tahun 2017, seiring dimulainya proyek peremajaan tim oleh Pep Guardiola. Ia dilepas secara gratis ke West Ham United, setelah kontraknya di Etihad Stadium tak diperpanjang.

Di klub asal kota London ini. Zabaleta ternyata masih cukup produktif. Meski hanya mencetak satu gol, ia mampu membuat total 80 penampilan selama 3 musim, sebelum akhirnya hengkang setelah kontraknya berakhir, dan memutuskan pensiun pada 16 Oktober 2020 lalu, dalam usia 35 tahun.

Meski tak terlihat "wow" dari segi jumlah gol, atau kemampuan menggoreng bola, karir Zabaleta bisa dibilang awet berada di level atas. Ia juga termasuk pemain yang beruntung, karena tak mendapat embel-embel "The Next Javier Zanetti" atau semacamnya.

Tapi, berkat itulah ia mampu berkembang, dan menjadi dirinya sendiri. Meski relatif jarang disorot, situasi ini justru dapat dimanfaatkan dengan baik.

Terlepas dari gaya mainnya yang cenderung bergaya klasik, kiprahnya jadi satu contoh buat media, agar tak terlalu berlebihan, saat menyoroti pemain muda, supaya ia bisa terus berkembang dan mampu meraih prestasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun