Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Memaklumi Pendekatan Shin Tae Yong

3 September 2020   13:56 Diperbarui: 3 September 2020   13:58 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shin Tae Yong, Pelatih Timnas Indonesia (Kompas.com)

Bicara soal kiprah Shin Tae Yong (STY) sebagai pelatih Timnas Indonesia, satu hal yang banyak disorot adalah latihan intensif diterapkannya. Secara khusus, aspek yang banyak digemblengnya adalah daya tahan fisik dan disiplin.

Hal ini menjadi sorotan pelatih asal Korea Selatan, karena daya tahan fisik pemain kita dinilai masih kurang untuk bermain selama 90 menit penuh. Begitu juga dalam hal disiplin dengan pola makan sebagai salah satu hal yang banyak disorot.

Dalam hal disiplin, pelatih kelahiran tahun 1970 ini juga tak kenal kompromi. Teraktual, jelang pemusatan latihan di Kroasia, STY mencoret Serdy Ephy Fano dan Ahmad Afhridrizal, karena mereka terlambat 10 menit saat mengikuti latihan pagi.

Alhasil, banyak pihak yang membandingkannya dengan Anatoly Polosin, pelatih Tim Garuda saat meraih medali emas SEA Games 1991. Prestasi ini dapat diraih, antara lain berkat latihan fisik intensif, yang digeber sang pelatih asal Rusia, khususnya pada masa persiapan.

Pertanyaannya, mengapa STY lebih berfokus pada aspek fisik (dan disiplin) ketimbang teknik?

Jawabannya sederhana, eks pelatih Timnas Korea Selatan ini memang sudah mengamati pemain kita dengan cermat. Untuk kemampuan individu, secara umum tidak ada masalah besar, tapi tidak dengan fisik dan disiplin.

Secara skill individu, pemain kita memang punya dasar cukup baik. Potensinya cukup besar, dan sudah banyak diakui secara luas.

Masalahnya, daya tahan fisik pemain kita tidak cukup kuat untuk mendukung kemampuan ini. Sederhananya, skill individu hanya bisa bekerja optimal, saat kondisi fisik bagus.

Saat kondisi fisik mulai lelah, kemampuan ini hanya akan menghasilkan blunder demi blunder. Penyebabnya, konsentrasi ikut menurun bersama stamina.

Penurunan ini juga mengakibatkan kestabilan emosi turun. Akibatnya, pemain rawan tersulut emosi, dan mudah termakan provokasi pemain lawan.

Dalam banyak kesempatan, masalah daya tahan fisik yang kendor ini sering muncul, khususnya di babak kedua. Akibatnya, Tim Merah Putih kerap jadi bulan-bulanan lawan.

Dari segi emosi, sumbu pendek pemain Timnas yang sedang kelelahan, belakangan mulai banyak dieksploitasi lawan, untuk semakin merusak konsentrasi yang memang sudah rusak. Akibatnya, kita kerap melihat keributan tak perlu di lapangan.

Dari sini saja, terlihat seberapa parah kekurangan dasar Timnas. Jadi, mengejar prestasi tinggi jelas tak mungkin, karena dasarnya saja masih serba berantakan.

Ditambah lagi, level disiplin pemain kita masih kurang, baik secara individu maupun tim. Jadi, wajar jika eks pemain Timnas Korea Selatan ini juga memberlakukan aturan ketat, termasuk dalam hal menu makanan dan disiplin.

Jelas, tujuannya adalah membentuk etos kerja dan sikap disiplin tiap pemain. Hal ini coba dibentuk pelatih juara Liga Champions Asia 2010, supaya para pemain kita punya sikap disiplin dan daya tahan fisik layaknya atlet sepakbola profesional.

Hal ini penting, supaya kemampuan individu yang sudah ada dapat didukung dengan kondisi fisik bagus. Jika sudah terbentuk sempurna, barulah kemampuan ini bisa lebih dikembangkan, bahkan dioptimalkan.

Setelah setiap pemain sudah terbentuk secara individu, barulah mereka digembleng lagi di tahap berikutnya. Kali ini, mereka digembleng sebagai sebuah tim, supaya bisa menjadi satu kesatuan kompak dan tangguh.

Dengan pengalamannya sebagai pemain Timnas Korea Selatan di Piala Dunia 1994, pendekatan STY ini cukup relevan. Jika ingin mengejar prestasi tinggi sebagai sebuah tim, tiap individunya harus punya kapasitas memadai, dan mampu menjadi tim yang solid.

Meski keadaan sedang kurang menguntungkan akibat imbas pandemi Corona, keadaan ini bisa dimanfaatkan STY, untuk fokus membangun tim. Kebetulan, keadaan ini juga memaksa PSSI tak bisa lagi memasang target seenaknya.

Maklum, kepastian penyelenggaraan Piala Asia U-19 dan U-16 di Uzbekistan dan Bahrain masih tanda tanya. Di sisi lain, perhelatan Piala AFF juga dipastikan diundur ke tahun 2021.

Otomatis, Tim Garuda kemungkinan tak punya agenda turnamen besar tahun ini. Jadi, tak ada beban target prestasi yang harus dipikul STY dan para pemain timnas.

Mengingat ketertinggalan level Timnas Indonesia belakangan ini, metode pelatihan STY bisa menjadi solusi. Dengan catatan, semua dibiarkan berjalan sebagaimana mestinya, tanpa gangguan apapun.

Tak boleh lagi ada mentalitas ala Bandung Bondowoso, karena orang sesakti Bandung Bondowoso saja terbukti gagal membangun seribu candi dalam semalam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun