Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Para Bocah Itu

1 Agustus 2020   14:10 Diperbarui: 1 Agustus 2020   14:19 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seiring berjalannya waktu, semua keputusanku seolah berlomba menampilkan bukti, tepat saat pagebluk melumpuhkan dunia. Mereka memang masih jumawa, membeli barang dan makanan mahal seperti biasa. Tapi, mereka tak bisa lagi bergerombol seperti biasa. Mereka juga masih gaduh seperti bocah balita, tapi semesta seperti menuntun semuanya ke titik penyeimbang.

Mereka yang gemar mempersalahkan justru mulai gemar membuat kesalahan sendiri. Mereka yang tadinya sempat mengkritik sikapku, justru mulai meniru, karena keadaan memaksa.

Pagebluk ini juga menjadi sebuah cermin, yang menampilkan wujud mereka. Gaya mereka yang masih serampangan, turut menghasilkan keputusan cenderung sepihak yang merugikan semua orang.

Tunjangan kesehatan? Tinggal kenangan.   Gaji? Kalau bisa gratis!

Semua boleh dilakukan, selama barang dagangan tetap aman. Pokoknya cuan.

Saat pagebluk datang, mereka melakukan dengan sangat baik, apa yang dinyanyikan dalam potongan lirik lagu "Serenata Jiwa Lara"

Bilang-bilang sayang
Lalu hilang tanpa bayang
Sesuka diri

Aku tak mungkin minta bantuan kepada mereka. Sudah jelas kan?

Andai manusia didesain tak bisa sakit, atau segala sesuatu di dunia ini gratis, hati ini tak akan berontak. Tanpa ada bayaran sepeserpun, pekerjaan tetap bisa dikerjakan sampai tuntas. Sayang, memberdayakan bukan memperalat.

Apa yang pernah kulihat saat piknik mengerikan itu, kembali tampil. Dengan enaknya, mereka memperlihatkan lagi kebersamaan dalam sekat, ditambah nafsu tampil luar biasa. Demi publisitas, mereka berusaha menampilkan citra yang terdengar merdu, sekalipun harus membuat peralatan autotune bekerja keras melebihi kuda.

Mereka bisa saja membuat kebijakan ceroboh semaunya, atau memotivasi orang untuk berwirausaha sampai berbusa-busa. Tapi, aku tak akan mengikuti mereka dengan bodohnya.

Aku bukan anak orang kaya, yang bisa berhenti studi semaunya, atau merengek minta diberi modal usaha dengan enaknya, meski sudah gulung tikar berkali-kali. Aku tak ingin bicara soal kesuksesan, jika dasarnya adalah utopia bagi kebanyakan orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun