Real Madrid yang kala itu diasuh Fabio Capello, mampu membekuk Barcelona asuhan Frank Rijkaard 2-0 di Bernabeu, sebelum menahan imbang Barcelona 3-3 di Nou Camp, dalam laga yang diwarnai trigol Lionel Messi remaja.
Kemiripan lainnya, daya dobrak Barca di lini depan sama-sama bermasalah, akibat cedera kaki yang dialami penyerang utama tim. Jika pada musim 2006/2007 Samuel Eto'o yang menjadi pesakitan, pada musim 2019/2020, situasi ini dialami Luis Suarez.
Absensi penyerang utama tim, memang sama-sama berpengaruh pada performa tim secara umum. Meski El Pistolero akhirnya bisa pulih tepat waktu, berkat jeda panjang kompetisi akibat imbas pandemi COVID-19, ia masih butuh sedikit waktu untuk bisa kembali ke performa terbaiknya.
Situasi ini membuat Ansu Fati mulai mendapat kesempatan bermain lebih banyak, sama seperti Messi tiga belas tahun silam.
Uniknya, selain sama-sama merupakan jebolan akademi La Masia baik Ansu Fati maupun Lionel Messi sama-sama cukup bersinar, pada awal kemunculannya di tim inti.
Kiprah Messi kala itu, menjadi penanda awal peralihan tongkat estafet nomor punggung 10, dari Ronaldinho ke dirinya. Mungkin, kemunculan Ansu Fati di tim utama belakangan ini, akan menjadi titik awal momen peralihan berikutnya.
Di kubu Real Madrid, selain situasinya terlihat mirip, komposisi pemainnya juga cukup mirip. Dimana, mereka memadukan pemain muda dan senior di bawah arahan pelatih jenius.
Seperti diketahui, Madrid era Capello punya pemain-pemain berpengalaman seperti Roberto Carlos, David Beckham dan Raul Gonzalez, yang berpadu dengan pemain muda macam Sergio Ramos (kapten tim saat ini), Gonzalo Higuain, dan Fernando Gago.
Di era kekinian, Zidane memadukan pemain senior macam Karim Benzema dan Sergio Ramos, dengan pemain muda macam Rodrygo dan Vinicius.
Uniknya, sama seperti musim 2006/2007, Barca mengawali musim kompetisi sebagai juara liga dua tahun terakhir. Kebetulan? Entahlah. Andai ending serupa terjadi di musim ini, maka ini akan menjadi "de ja vu" pahit untuk Barca, yang terasa manis buat Madrid.
Terasa pahit buat Barca, karena ini akan menjadi buah dari kekacauan yang mereka buat sendiri; pergantian pelatih di tengah musim, gonjang-ganjing di tubuh manajemen klub, dan kebijakan belanja pemain yang seperti tanpa arah.