Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

La Liga dan Bayang-bayang "De Ja Vu"

23 Juni 2020   18:02 Diperbarui: 26 Juni 2020   03:34 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah sempat vakum selama beberapa bulan terakhir, La Liga Spanyol akhirnya kembali bergulir. Meski tanpa penonton di stadion, persaingan di papan atas dan zona merah tetap seru.

Secara khusus, untuk persaingan di papan atas klasemen sementara, dua kuda pacu utama La Liga, yakni Real Madrid dan Barcelona, sama-sama memiliki 65 poin dari 30 pertandingan.

Situasi ini muncul, setelah Barca bermain imbang tanpa gol melawan Sevilla, dan Real Madrid menang tipis 2-1 atas Real Sociedad, berkat gol-gol Sergio Ramos dan Karim Benzema.

Jika hanya melihat selisih gol, Barca memang lebih unggul, karena mereka punya selisih gol +38, unggul tipis atas Real Madrid.

Sayang, di La Liga, catatan head to head menjadi indikator kunci, jika ada dua tim dengan poin sama. Jadi, Real Madrid-lah yang berhak menjadi pemuncak klasemen sementara.

Secara umum, tim asuhan Zinedine Zidane memang unggul head to head dengan Tim asuhan Quique Setien.

Rinciannya, Real Madrid bermain imbang tanpa gol di Nou Camp bulan Desember 2019 silam, dan menang 2-0 atas Barcelona di Bernabeu bulan Maret lalu, berkat gol-gol Vinicius dan Mariano.

Jika melihat situasinya, andai situasi ini berlanjut sampai akhir kompetisi, maka kita akan melihat satu "de ja vu", pada apa yang terjadi di La Liga musim 2006/2007.

Kala itu, meski sama-sama mengakhiri musim dengan poin 76. Real Madrid keluar sebagai juara di pekan pamungkas.

Di luar Duo Clasico, ada Sevilla arahan Juande Ramos, yang kala itu meraih trofi Piala UEFA dan Copa Del Rey. Meski sempat bersaing sengit, tim yang kala itu diperkuat pemain macam Jesus Navas, Dani Alves dan Fredi Kanoute harus puas finis di posisi ketiga (nilai 71), akibat tergelincir di periode krusial.

Kebetulan, situasinya cukup mirip dengan musim ini: Real Madrid unggul head to head atas Barca meski kalah selisih gol.

Real Madrid yang kala itu diasuh Fabio Capello, mampu membekuk Barcelona asuhan Frank Rijkaard 2-0 di Bernabeu, sebelum menahan imbang Barcelona 3-3 di Nou Camp, dalam laga yang diwarnai trigol Lionel Messi remaja.

Kemiripan lainnya, daya dobrak Barca di lini depan sama-sama bermasalah, akibat cedera kaki yang dialami penyerang utama tim. Jika pada musim 2006/2007 Samuel Eto'o yang menjadi pesakitan, pada musim 2019/2020, situasi ini dialami Luis Suarez.

Absensi penyerang utama tim, memang sama-sama berpengaruh pada performa tim secara umum. Meski El Pistolero akhirnya bisa pulih tepat waktu, berkat jeda panjang kompetisi akibat imbas pandemi COVID-19, ia masih butuh sedikit waktu untuk bisa kembali ke performa terbaiknya.

Situasi ini membuat Ansu Fati mulai mendapat kesempatan bermain lebih banyak, sama seperti Messi tiga belas tahun silam.

Uniknya, selain sama-sama merupakan jebolan akademi La Masia baik Ansu Fati maupun Lionel Messi sama-sama cukup bersinar, pada awal kemunculannya di tim inti.

Kiprah Messi kala itu, menjadi penanda awal peralihan tongkat estafet nomor punggung 10, dari Ronaldinho ke dirinya. Mungkin, kemunculan Ansu Fati di tim utama belakangan ini, akan menjadi titik awal momen peralihan berikutnya.

Di kubu Real Madrid, selain situasinya terlihat mirip, komposisi pemainnya juga cukup mirip. Dimana, mereka memadukan pemain muda dan senior di bawah arahan pelatih jenius.

Seperti diketahui, Madrid era Capello punya pemain-pemain berpengalaman seperti Roberto Carlos, David Beckham dan Raul Gonzalez, yang berpadu dengan pemain muda macam Sergio Ramos (kapten tim saat ini), Gonzalo Higuain, dan Fernando Gago.

Di era kekinian, Zidane memadukan pemain senior macam Karim Benzema dan Sergio Ramos, dengan pemain muda macam Rodrygo dan Vinicius.

Uniknya, sama seperti musim 2006/2007, Barca mengawali musim kompetisi sebagai juara liga dua tahun terakhir. Kebetulan? Entahlah. Andai ending serupa terjadi di musim ini, maka ini akan menjadi "de ja vu" pahit untuk Barca, yang terasa manis buat Madrid.

Terasa pahit buat Barca, karena ini akan menjadi buah dari kekacauan yang mereka buat sendiri; pergantian pelatih di tengah musim, gonjang-ganjing di tubuh manajemen klub, dan kebijakan belanja pemain yang seperti tanpa arah.

Sementara itu, kebijakan gaya baru Florentino Perez bisa jadi berbuah manis, karena ia pada akhirnya mulai bisa berpikir untuk tim dalam jangka panjang. Bagi Zidane sebagai pelatih, ini tentu akan menjadi sebuah prestasi, karena ia berhasil memperbaiki sebuah tim yang berantakan musim lalu, hanya dalam tempo setahun.

Akankah sejarah terulang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun