Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Metamorfosis Proyek "Los Galacticos" ala Real Madrid

5 April 2020   15:41 Diperbarui: 5 April 2020   18:41 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara soal Real Madrid, khususnya di bawah kepemimpinan Florentino Perez, tentu tak lepas dari proyek "Galacticos", yang memang menjadi pendekatan utama sang patron, dalam membangun tim. 

Tak heran, sejak era Perez, El Real mendapat julukan "Los Galacticos". "Los Galacticos" sendiri merupakan strategi Perez, untuk memastikan Los Blancos sukses dalam hal kinerja, baik dalam hal meraih trofi juara di lapangan hijau, maupun dari segi bisnis di luar lapangan.

Dalam prosesnya, proyek "Galacticos" ini beberapa kali mengalami metamorfosis. Pada generasi pertama, yakni pada paruh pertama dekade 2000-an, proyek "Galacticos" banyak berfokus pada usaha memadukan pemain-pemain jebolan akademi La Fabrica, seperti Iker Casillas, Fransisco Pavon, dan Ivan Helguera, dengan bintang-bintang kelas dunia macam Luis Figo, David Beckham, Zinedine Zidane, dan Luiz Ronaldo.

Perpaduan macam ini sebenarnya sudah ada sebelumnya, dengan pemain jebolan akademi La Fabrica macam Guti dan Raul Gonzalez, berpadu padan dengan pemain bintang macam Roberto Carlos dan Fernando Morientes. Hanya saja, kebijakan transfer Real Madrid saat itu tak seambisius proyek Galacticos ala Perez.

Hasilnya, El Real sukses meraih trofi juara di liga domestik (musim 2000/2001 dan 2002/2003) dan Liga Champions Eropa (2001/2002). Dari segi bisnis, popularitas dan profitabilitas El Real juga tak tergoyahkan secara global.

Tapi, seiring menurunnya performa para bintang top diatas, baik karena faktor pertambahan usia atau masalah lainnya (seperti masalah cedera dan kelebihan berat badan pada kasus Luiz Ronaldo), prestasi tim ikut menurun, bahkan sempat puasa trofi antara musim 2003/2004 sampai 2005/2006.

Memang, Los Merengues kala itu sempat berbenah, antara lain dengan mendatangkan pemain-pemain muda macam Robinho, Sergio Ramos, Julio Baptista, dan Antonio Cassano, plus pemain jadi macam Walter Samuel, dan Michael Owen. Sayangnya, semua upaya itu nihil, karena tim yang ada sudah terlanjur "habis", dan pemain yang datang belum cukup bagus untuk memperbaiki penurunan kualitas para Galactico saat itu. Proyek Galacticos jilid satu Perez berakhir tahun 2006, saat dirinya diganti Ramon Calderon.

Ketika Perez kembali lagi ke kursi presiden El Real tahun 2009, dengan ambisius ia kembali mencanangkan proyek Galacticos jilid dua. Kali ini, El Real memboyong bintang-bintang kelas dunia macam Cristiano Ronaldo, Kaka,.  dan Xabi Alonso, plus Karim Benzema, yang kala itu berusia 22 tahun. Di tahun berikutnya, El Real antara lain mendatangkan Raphael Varane, Angel Di Maria dan Mesut Ozil, plus pelatih flamboyan dalam diri Jose Mourinho.

Hasilnya, Cristiano Ronaldo dkk meraih masing-masing satu gelar La Liga Spanyol (2011/2012), Copa Del Rey (2010/2011), dan Piala Super Spanyol (2012). Meski tergolong agak kering prestasi, situasi ini masih bisa dimaklumi, mengingat Barcelona sedang berjaya bersama Pep Guardiola, Lionel Messi, dan tiki-taka mereka.

Titik balik proyek Galacticos Perez terjadi pada musim panas 2013. Setelah gagal bersaing dengan Barcelona untuk mendapatkan Neymar dari Santos FC, Real Madrid memang mendatangkan Galactico lain dalam diri Gareth Bale dari Tottenham Hotspur. Hanya saja, kali ini ada dua pemain muda berusia 21 tahun, yang ikut didaratkan ke Santiago Bernabeu, yakni Casemiro dan Dani Carvajal. Di musim panas yang sama, mereka mendatangkan. Carlo Ancelotti, pelatih jenius asal Italia.

Hasilnya, Real langsung meraih trofi La Decima plus Copa Del Rey di akhir musim,. Tapi, dari sini mulai tampak pergeseran pola transfer pemain, sekaligus perluasan perspektif tentang sosok Galactico.

Dimana, seorang "Galactico" tak hanya terpaku pada "pemain jadi", tapi juga pemain muda berprospek cerah. Tak heran, di samping nama-nama beken macam Toni Kroos, Keylor Navas, James Rodriguez, Thibaut Courtois, dan Eden Hazard, terselip juga nama-nama pemain muda berbakat macam Vinicius, Rodrygo dan Reinier (Brasil) Marco Asensio dan Brahim Diaz (Spanyol) Federico Valverde (Uruguay), dan  Takefusa Kubo (Jepang).

Kombinasi antara transfer pemain muda berbakat plus pemain kelas dunia yang sudah jadi, menghasilkan satu kesimpulan, yang mungkin terdengar kurang mengenakkan buat Barcelonistas, terutama yang saat ini masih begitu memuja filosofi tiki-taka dan akademi La Masia.

Karena, di saat Barcelona masih saja sibuk bongkar-pasang pemain dalam beberapa tahun terakhir, El Real sudah mulai berpikir dan bergerak untuk membuat sebuah tim, yang meraih sukses dalam jangka panjang. Tapi, pada saat bersamaan, mereka tak lupa mendatangkan pemain kelas dunia yang sudah jadi, untuk memastikan popularitas dan kinerja bisnis klub tetap di atas.

Indikasi ini sedikit banyak terlihat, dari raihan trofi Liga Champions Real Madrid sejak 2015. Di saat Barcelona hanya bisa meraih trofi juara di level domestik, dan kerap kesulitan di Eropa, El Real sudah mampu meraih tiga gelar Liga Champions, yang diraih secara beruntun, plus meraih satu gelar La Liga musim 2016/2017 bersama Zinedine Zidane.

Boleh dibilang, Real Madrid kali ini memperhatikan aspek bisnis dan teknis secara seimbang. Meskipun, kebijakan "mengoleksi pemain muda berbakat" sebenarnya bukan hal baru, karena Chelsea sudah lebih dulu melakukannya sejak beberapa tahun silam. Chelsea sendiri memang dikenal punya jaringan pemandu bakat yang luas. Kelebihan inilah yang belakangan mulai ikut diberdayakan Si Putih.

Untuk saat ini, pendekatan El Real pada para pemain mudanya sudah mulai terlibat, misalnya dengan  memberi waktu bagi Martin Odegaard berkembang selama dipinjamkan ke klub lain. Hasilnya, pemain asal Norwegia ini mulai bersinar di Real Sociedad. Agaknya, Real Madrid sedikit banyak belajar dari pengalaman Chelsea, yang belakangan mendapati, pemain macam Mohamed Salah, Romelu Lukaku, dan Kevin De Bruyne bersinar terang di klub lain.

Jika kebijakan ini konsisten dijalankan Perez, bukan tak mungkin Real Madrid akan segera konsisten memanen prestasi, bahkan awet mendominasi. 

Penyebabnya, tentu bukan hanya karena kebiasaan mendatangkan pemain mahal kelas dunia, tapi juga karena kemampuan mereka dalam mencari dan mengasah kemampuan pemain muda berbakat, menjadi bintang kelas dunia, untuk disatukan menjadi sebuah tim yang tangguh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun