Bukan coklat, apalagi bunga, tapi sanksi berat. Itulah "kado" yang diberikan UEFA kepada Manchester City, tepat di Hari Valentine 2020, setelah melalui proses penyelidikan cukup panjang, menyusul adanya dugaan pelanggaran regulasi "Financial Fair Play" UEFA yang dilakukan City.
Akibatnya, The Eastland dijatuhi hukuman denda sebesar 30 juta euro, plus larangan tampil di kompetisi antarklub Eropa selama dua tahun. Hukuman ini akan efektif berlaku mulai musim kompetisi 2020/2021.
Meski begitu, City diketahui akan segera mengajukan gugatan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS). Dengan harapan, Sergio Aguero cs minimal masih bisa tampil di Eropa, dan mencegah efek domino sanksi tambahan, yang bisa saja dijatuhkan FA Inggris.
Jadi, masih ada sedikit harapan, jika City nantinya minimal mendapat keringanan sanksi, atau bahkan lolos dari sanksi UEFA. Maklum, andai banding City akhirnya ditolak, dampaknya akan sangat merusak. Bisa dibilang, situasi ini membuat City berada di persimpangan jalan.
Dari segi personel tim, City berada dalam ancaman eksodus besar-besaran. Dengan absennya City di Eropa, pemain bintang macam Kevin De Bruyne dan Raheem Sterling akan punya alasan cukup kuat untuk pergi, begitu juga dengan pelatih Pep Guardiola.
Dengan kualitas yang mereka miliki, wajar jika mereka ingin tampil di Eropa tiap musimnya. Nilai plus ini tak akan dimiliki City, andai banding mereka ditolak CAS.
Situasi akan makin runyam, jika FA Inggris ikut menjatuhkan sanksi terkait pelanggan ini. Jika melihat sejarahnya, jenis pelanggaran finansial seperti ini akan menghasilkan sanksi pengurangan poin.
Pada musim 2009/2010, Portsmouth pernah mendapat sanksi pengurangan sembilan poin dari FA, akibat menunggak gaji pemain dan staf klub. Masalah ini merupakan efek samping dari masalah keuangan berkepanjangan di tubuh The Pompey yang tak kunjung beres, bahkan makin parah.
Akibatnya, meski kala itu sukses mencapai final Piala FA, Portsmouth harus rela mendapati mereka turun kasta, akibat finis di posisi buncit klasemen. Saat ini, mereka berkompetisi di League One, kompetisi kasta ketiga Liga Inggris.
Di ranah Britania Raya, tepatnya Skotlandia, kasus serupa juga sempat dialami Glasgow Rangers tahun 2012. Kala itu, Gers dipaksa turun kasta ke Divisi Tiga, akibat masalah utang, yang membuat rival bebuyutan Glasgow Celtic ini dilikuidasi.
Tapi, tidak menutup kemungkinan, FA bisa saja menghadiahkan sanksi lebih berat, misalnya dengan mendegradasi tim ke kasta lebih rendah. Kemungkinan ini bisa saja terjadi, karena kasus ini juga berkaitan dengan citra kompetisi Liga Inggris secara umum di era kekinian.
Tentunya, FA Inggris akan berusaha memastikan, citra Liga Inggris sebagai "kompetisi terbaik saat ini" tetap terjaga. Jika pendekatan keras ini sampai diambil FA Inggris, mereka akan menjadikan Manchester City sebagai "Glasgow Rangers versi Inggris", karena, saat sedang rutin meraih trofi juara di level domestik, City dipaksa turun kasta akibat pelanggaran terkait aspek finansial.
Efek samping ini jelas akan berdampak katastrofik, karena selain akan menimbulkan eksodus personel dalam tim, proyek jangka panjang klub, untuk menjadi raksasa Eropa dipastikan ambyar seketika.
Dengan hilangnya daya tarik sebagai "tim kontestan Liga Champions" saja, pemain dan pelatih top akan berpikir tiga kali untuk mendarat di Etihad Stadium, apalagi jika sampai turun kasta.
Untuk saat ini saja, City sebenarnya masih dalam tahap "membangun stabilitas dan identitas filosofis tim", dengan tujuan akhir bisa berjaya di Eropa, seperti halnya di level domestik. Meski musim ini agak menurun, kesuksesan City mendominasi kompetisi domestik dua tahun terakhir, dan mencapai final Piala Liga Inggris musim ini tetap sebuah peningkatan, karena mereka sudah mulai terbiasa mencapai final dan meraih trofi tiap musim.
Ini jelas sebuah fondasi yang cukup bagus buat City untuk naik ke level berikutnya, yakni terbiasa melaju jauh di Eropa. Masalahnya, sekali saja mereka absen di Eropa, khususnya Liga Champions, mereka harus memulai dari nol, bahkan minus, untuk bisa mencapai level performa tinggi di Liga Champions.
Liverpool saja butuh waktu lama untuk bisa menemukan kembali "mental bertanding" di Eropa, sebelum akhirnya mampu meraih trofi Liga Champions keenam mereka. Apalagi City yang sedang berusaha membangun sejarah di Eropa.
Situasi lebih rumit bisa terjadi, andai City sampai turun kasta. Maklum, selain harus membangun lagi semua dari awal, mereka juga akan butuh waktu lebih lama lagi, untuk mencapai level performa saat ini.
Pada kasus ini, kita bisa melihat, bagaimana progres Glasgow Rangers setelah dipaksa turun kasta tahun 2012. Mereka memang kembali ke kasta tertinggi tahun 2016, tapi masih kesulitan untuk kembali mengimbangi Celtic yang terlanjur dominan.
Alhasil, mereka masih belum beranjak dari status "tim terkuat kedua" di liga. Meski belakangan mulai meningkat di bawah arahan Steven Gerrard, eks kapten Liverpool, progres Rangers tergolong lambat, karena lawan mereka adalah tim yang sudah jadi. Bisa dibilang, jalan Rangers untuk kembali menjadi "rival bebuyutan" sepadan buat Celtic, seperti dulu, masih sangat panjang.
Mengingat kompetisi Liga Inggris jauh lebih kompetitif dibanding Skotlandia, tantangan City akan lebih sulit dari Rangers. Tapi, bagaimana nasib akhir City nantinya, akan tergantung dari diterima atau tidaknya banding mereka di CAS, dan sanksi macam apa yang akan dijatuhkan oleh FA Inggris.
Jika banding City nantinya diterima CAS, sehingga mendapat keringanan, bahkan lolos dari sanksi larangan tampil di Eropa, mereka boleh bernafas lega sejenak. Karena, kalaupun masih ada sanksi dari FA, bentuknya hanya berupa denda atau pengurangan poin, bukan turun kasta.
Tapi, jika ternyata banding City akhirnya ditolak CAS, kita akan melihat karamnya sebuah ambisi besar dari Sheikh Mansour, setelah menghabiskan begitu banyak uang selama satu dekade lebih. Andai terjadi, ini akan menjadi titik nadir dan kejatuhan tragis buat City, setelah sebelumnya ketiban durian runtuh dari Timur Tengah.
Jadi, mau dibawa ke mana Manchester City?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H