Bicara soal Arsenal musim ini, tentu tak lepas dari gonjang-ganjing. Maklum, di area teknis, Tim Gudang Peluru sudah dua kali melakukan pergantian pelatih. Diawali dengan Unai Emery (Spanyol) yang diganti Freddie Ljungberg (Swedia, caretaker, kini kembali menjabat asisten pelatih Arsenal), sebelum akhirnya "memulangkan" Mikel Arteta ke Emirates Stadium, kali ini dengan peran sebagai pelatih.
Di lapangan, meski punya materi pemain berkualitas lumayan, Arsenal keral kesulitan tampil maksimal. Malah, performa lini serang dan pertahanan David Luiz cs kadang bertolak belakang, seperti saat ditekuk Chelsea 1-2 baru-baru ini.
Di saat lini serang tampil kreatif, dan mampu membuat Chelsea kewalahan, lini belakang mereka justru tampil ceroboh, akibat blunder yang dibuat Skhodran Mustafi dan Bernd Leno. Akibatnya, Arsenal kalah, akibat kebobolan dua gol di menit akhir.
Masalah lainnya, Arsenal belakangan juga dibuat pusing dengan status "pesakitan" Mesut Ozil, salah satu pemain bergaji termahal di klub. Seperti diketahui, pemain asal Jerman ini belakangan mengalami penurunan performa dan masalah kebugaran, plus sempat membuat heboh publik, saat menyuarakan dukungan kepada etnis Uighur di media sosial.
Tak cukup sampai di situ, Arsenal juga punya sosok "pesakitan" lain dalam diri Granit Xhaka, yang sempat berkonfrontasi terbuka dengan fans Arsenal. Akibatnya, ban kapten sang pemain dicopot, dan dirinya santer dikaitkan dengan pintu keluar klub.
Tapi, seiring dengan kedatangan kembali Arteta ke London, benang kusut permasalahan di Arsenal perlahan mulai terurai. Memang, selain takluk 1-2 dari Chelsea, Arteta juga meraih hasil imbang (1-1) saat menghadapi Bournemouth. Jelas, Arteta punya tugas cukup rumit di Arsenal.
Secercah harapan akhirnya muncul, setelah Arsenal menang 2-0 atas Manchester United, Kamis (2/1, dinihari WIB), berkat gol-gol yang dicetak Nicolas Pepe dan Sokratis. Kemenangan ini menjadi kemenangan pertama Arteta sebagai pelatih Arsenal, yang memperlihatkan beberapa "rasa baru" di tim ini. Apa saja?
Pertama, secara taktis Arsenal punya karakter bermain lebih dewasa. Mereka tak lagi naif, dan tahu apa yang harus dilakukan. Pada laga melawan United, karakter ini cukup terlihat. Meski hanya mencatat 48% penguasaan bola, sepasang gol di menit awal dan akhir babak pertama sudah cukup untuk memukul lawan.
Di babak kedua, Arteta dan Arsenal berani bermain lebih pragmatis, antara lain dengan menarik keluar Nicolas Pepe di menit ke 63 Â (digantikan Reiss Nelson).
Selebihnya mereka hanya tinggal membendung semua upaya Manchester United, untuk setidaknya mencetak gol hiburan, sekaligus mengatur nafas, mengingat padatnya jadwal bertanding tim di bulan Januari.
Kedua, Arteta pelan tapi pasti mulai mengembalikan kekompakan dalam tim Arsenal. Ini terlihat dari kembalinya Xhaka dan Ozil ke posisi starter. Kepercayaan Arteta dibayar lunas keduanya, dengan tampil apik saat menghadapi Setan Merah.
Di sini, Arteta sukses meredam segala isu terkait dua pemain "pesakitan" ini, sekaligus menegaskan, tim asuhannya akan sepenuhnya fokus pada performa di lapangan, bukan gosip di media.
Arteta juga sekaligus menegaskan, Xhaka dan Ozil adalah elemen kunci strateginya (setidaknya sampai akhir musim ini), bukan biang kerok dalam tim.
Jelas, masalah Xhaka dan Ozil yang belakangan terus digoreng media, adalah satu penyebab kenapa performa Arsenal musim ini cukup ambyar. Karena, akibat terlalu sibuk mengurusi masalah ini, Arsenal sampai lupa cara meraih poin penuh secara konsisten. Alhasil, mereka terdampar di posisi 10 klasemen sementara Liga Inggris.
Ketiga, secara taktikal, Arteta sudah mulai menunjukkan, ia cukup kapabel dan punya pemahaman memadai, terkait penerapan ilmu yang sudah dipelajarinya dari Pep Guardiola dan Arsene Wenger.
Seperti diketahui, Arteta sebelumnya adalah asisten Pep di Manchester City, tak lama setelah pensiun sebagai pemain di Arsenal (yang kala itu masih dilatih Wenger). Perbedaannya, Arteta bisa lebih pragmatis saat dibutuhkan, tidak se-"koppig" Pep atau Wenger, yang begitu memuja sepak bola indah.
Dengan segala kekacauan yang mewarnai Arsenal musim ini, kemenangan atas United tentunya menjadi satu oase buat tim. Tapi, manajemen dan suporter Arsenal perlu memberi waktu ekstra buat Arteta, untuk membenahi atau bahkan membangun ulang tim.
Mereka harus memberi Arteta kebebasan penuh, khususnya dalam hal taktik dan belanja pemain, supaya bisa bekerja maksimal. Dari sinilah, bagus-tidaknya kinerja Arteta dapat dinilai secara utuh.
Jadi, apapun capaian Arsenal di liga domestik dan Liga Europa musim ini, suporter dan manajemen Arsenal hanya perlu bersikap "cuek". Bagaimanapun, Arteta datang saat Arsenal sedang ambyar.
Andai Arsenal ternyata mampu finis (setidaknya) di posisi enam besar liga, ini adalah sebuah capaian positif, mengingat segala masalah dalam tim, dan posisi yang sempat tercecer di papan tengah klasemen. Selebihnya, mari kita simak, seberapa jauh progres Arsenal bersama Arteta di sisa musim ini.
Selamat menikmati Arsenal-nya Arteta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H