Capaian serupa juga pernah ditorehkan  Gregorz Lato dan Zbigniew Boniek, yang masing-masing menginspirasi timnas Polandia meraih medali emas olimpiade 1972, plus medali perunggu Piala Dunia 1974 dan 1982. Begitu juga dengan Eusebio, yang membantu timnas Portugal meraih medali perunggu Piala Dunia 1966.
Lucunya, di era kekinian, status legenda cenderung berkonotasi "mantan pemain", dengan standar yang cenderung tak jelas. Ada mantan pemain yang performa dan prestasinya memang istimewa, ada juga yang biasa saja, tapi kebetulan pernah bermain di klub besar atau timnas terkenal.
Terlepas dari perbedaan "standar" dan ke-"abu-abu"-annya, status legenda menjadi satu warna tersendiri dalam sepak bola, yang masih belum tersentuh modernitas, karena masih belum punya parameter valid.
Meski begitu, kita semua tentu sepakat, status "legenda" adalah sebuah apresiasi sekaligus evaluasi. Apresiasi, dalam hal ini kepada sang mantan pemain, atas semua kontribusinya di masa lalu. Evaluasi, kepada generasi selanjutnya, untuk melampaui prestasi positif sang legenda di masa lalu, sambil menghindari sisi negatifnya.Â
Bagaimanapun, sudah menjadi tugas kita (yang hidup di masa kini), untuk belajar dari pengalaman masa lalu, supaya bisa lebih baik lagi di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H