Judul di atas adalah gambaran sederhana, dari perasaan mayoritas suporter Timnas Indonesia, menyusul tersingkirnya Tim Garuda di fase grup Piala AFF 2018.Â
Ya, Timnas Indonesia dipastikan tersingkir, setelah Thailand hanya mampu bermain imbang 1-1 melawan tuan rumah Filipina, Rabu, (21/1). Alhasil, partai terakhir Timnas melawan Filipina, Minggu, (25/11) mendatang hanya tinggal formalitas saja buat Evan Dimas dkk.
Secercah harapan sebenarnya sempat muncul, setelah Supachai Jaided berhasil membobol gawang Filipina. Tapi, serangan bertubi-tubi yang dilancarkan Tim Azkals sepanjang laga akhirnya mampu membuahkan hasil lewat gol penyeimbang yang dicetak Jovin Bedic di menit-menit akhir pertandingan.
Pada saat bersamaan, tuan rumah Singapura berpesta gol ke gawang Timor Leste,setelah berhasil menang telak dengan skor 6-1. Gol-gol tim asuhan Fandi Ahmad dicetak oleh Safuwan Baharudin (3 gol), Ikhsan Fandi Ahmad (2 gol), dan Muhammad Faris.Â
Hasil ini sekaligus memperpanjang nafas Tim Singa yang pada partai terakhir akan bertemu Thailand di Bangkok, Minggu, (25/11) mendatang. Partai ini akan menjadi laga hidup mati bagi kedua tim.
Sementara itu, bagi Timnas Indonesia, kegagalan kali ini terasa sangat menyakitkan. Karena, untuk pertama kalinya selama berpartisipasi di Piala AFF, Tim Garuda tersingkir di fase grup sebelum menjalani laga terakhir.Â
Kegetiran makin terasa, karena berkat kegagalan ini, suporter Timnas kini punya alasan tak terbantahkan, terkait aksi boikot tak menonton langsung aksi Timnas Indonesia di SUGBK, yang belakangan viral di medsos lewat tagar #KosongkanGBK.
Sebelumnya aksi boikot ini sempat berhasil, saat Timnas Indonesia menjamu Timor Leste, 13 November silam. Dalam laga yang dimenangkan timnas dengan skor 3-1 ini, SUGBK terlihat begitu lengang. Padahal, tiap kali Tim Garuda bertanding, suporter selalu datang berduyun-duyun ke stadion.
Memang, kegagalan ini adalah buah dari persiapan tim yang sejak awal sudah kacau balau. Persiapan yang mepet di tengah kompetisi Liga 1 yang masih berjalan, plus pemilihan pemain dan pelatih yang serba seadanya, membuat target juara Piala AFF 2018 yang dicanangkan PSSI bak jauh panggang dari api. Malah level permainan Timnas Indonesia terlihat begitu medioker, untuk ukuran tim yang dibebani target juara. Jadi, wajar jika mereka kali ini gagal total.
Jika mau menunjuk siapa terdakwanya, kita tentu bisa menyebut para pemain, pelatih Bima Sakti, dan PSSI sebagai terdakwa utama. Tapi, jika mau menyebut siapa terdakwa utama yang sebenarnya, tentu kita sepakat, PSSI lah yang paling bertanggung jawab. Karena, dari PSSI lah semua program timnas dibuat, dilaksanakan, dan dipertanggungjawabkan.
Jadi, daripada meratapi kegagalan yang sudah selayaknya didapat, akan lebih baik jika PSSI dan timnas Indonesia mulai introspeksi diri dan berbenah. Kita harus mulai menyadari, level asli kualitas sepak bola nasional di level Asia Tenggara kini sudah mulai tertinggal, bahkan dari Filipina, tim yang di masa lalu kerap jadi lumbung gol timnas.
Situasi makin terlihat memalukan, karena di saat Thailand dan Filipina berani mengontrak pelatih sekaliber Milovan Rajevac dan Sven Goran Eriksson (keduanya pernah mencapai babak perempatfinal Piala Dunia), dan lolos ke Piala Asia 2019, PSSI malah menunggak gaji Luis Milla, dan dengan sembrono mencopot pelatih asal Spanyol itu, saat Piala AFF sudah di depan mata. Sungguh ironis.
Melihat situasi tersebut, alangkah baiknya jika PSSI segera berhenti berpola pikir instan dan mulai sadar diri. Mereka harus mulai membangun semuanya dari awal dengan sabar. Jika tidak, kegagalan kali ini hanyalah awal dari rentetan kegagalan Timnas Indonesia berikutnya di masa depan.Â
Andai situasinya tetap begini terus, cepat atau lambat kita akan dikangkangi negara-negara macam Timor Leste, Kamboja, atau Laos. Cepatlah sadar, PSSI!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H