Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Dua Wajah Klub Besar "Zaman Now"

27 Oktober 2018   11:05 Diperbarui: 27 Oktober 2018   11:58 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bicara soal klub besar, menurut waktunya, ada dua jenis klub besar, yakni "klub besar "klasik" dan klub besar "jaman now". Klub besar klasik, seperti Barcelona, Real Madrid, Liverpool atau Juventus, umumnya adalah klub yang besar karena catatan prestasi yang diraih, sejarah panjang yang telah dilalui, atau popularitas skala global yang dimiliki. Boleh dibilang, mereka sudah cukup mapan, dan punya karakter masing-masing.

Tapi, seiring berjalannya waktu, muncul juga klub besar jaman now. Awalnya, mereka adalah klub, yang sebelumnya mengalami krisis keuangan serius, sebelum akhirnya dibeli taipan atau konsorsium, yang punya modal dana fantastis. Untuk klub jenis ini, ada Chelsea, PSG, dan Manchester City, yang tergolong cukup sukses dalam hal meraih prestasi.

Entah kenapa, saya justru melihat, klub besar jaman now ini punya dua wajah, yang seolah menjadi ciri khas mereka. Apa saja? Mari kita lihat bersama.

Wajah pertama adalah, materi pemain yang bertabur bintang, baik karena harganya, nama besarnya, atau kualitasnya. Tentunya, membeli pemain bintang bukan perkara sulit. Karena baik Chelsea, Manchester City maupun PSG sama-sama punya kekuatan finansial luar biasa.

Tak heran, mereka kadang tampak begitu jor-joran berbelanja di bursa transfer. Sebagai contoh, dalam dua tahun terakhir, PSG rela menggelontorkan lebih dari 400 juta euro, untuk memboyong Neymar dan Kylian Mbappe. Begitu juga dengan Manchester City, yang musim lalu membeli sejumlah pemain berharga mahal, untuk meremajakan tim.

Sekilas, dengan materi pemain yang ada, meraih prestasi tinggi bukan hal sulit. Karena, mereka punya tim bertabur bintang. Tak heran, target tinggi selalu dipasang tiap musimnya.

Oke, untuk level kompetisi domestik, meraih trofi terbukti tak terlalu sulit buat mereka. Karena, masih ada gap kualitas cukup besar, antara mereka dan klub-klub semenjana. Kalaupun ada pesaing, jumlahnya relatif terbatas. Inilah yang membuat mereka tak kesulitan berprestasi di level domestik, atau bahkan mendominasi liga dengan jumawa, seperti yang belakangan rutin dilakukan PSG di Ligue 1 Prancis.

Tapi, saat menapak kompetisi antarklub Eropa, mereka menampakkan wajah lain yang agak berbeda. Jika di level domestik mereka tampak jumawa, di level benua mereka justru tampak inferior, dan sering gagal memenuhi ekspektasi. Padahal, kualitas tim mereka tak bisa diremehkan begitu saja.

Oke, untuk kasus klub besar jaman now, kesuksesan Chelsea meraih gelar Liga Champions musim 2011/2012, dan Liga Europa musim 2012/2013, bisa menjadi bantahan atas "inferioritas" klub besar jaman now di level Eropa. Kalau Chelsea bisa, kenapa yang lain tidak?

Tapi jangan lupa, skuad Chelsea saat itu berisi para pemain berpengalaman, antara lain Frank Lampard, Didier Drogba, dan Petr Cech, yang sebelumnya pernah gagal beberapa kali di Liga Champions, meski sudah mencapai babak akhir (semifinal dan finalis di musim 2007/2008). Jadi, mereka sudah punya pengalaman yang dibutuhkan untuk menjadi juara. Karena, mereka tahu persis tekanan berat macam apa yang akan dihadapi.

Pengalaman inilah, yang sejauh ini masih belum dimiliki oleh PSG dan Manchester City. Karena, meski sudah rutin tampil di Liga Champions, dalam beberapa musim terakhir, mereka belum cukup kompetitif. Terbukti, diantara kedua klub milik taipan Timur Tengah ini, hanya City yang mampu mencapai babak semifinal. Itupun hanya sekali, yakni pada musim 2015/2016.

Selain itu, Chelsea juga didukung penuh oleh Roman Abramovich, sang pemilik klub, yang tak segan mengeluarkan dana fantastis untuk membeli pemain bintang. Berkat taipan minyak asal Rusia inilah, sejak tahun 2003, Chelsea bertransformasi, dari klub yang sempat terlilit utang, menjadi klub yang begitu royal.

Hal ini tentu agak sulit dilakukan PSG, Chelsea, dan City tiap musimnya, karena kini ada aturan "Financial Fair Play" dari UEFA, yang mengontrol betul aspek keseimbangan neraca finansial tiap klub. Jika sampai dilanggar, maka klub akan dilarang tampil di kompetisi Eropa, atau terkena embargo transfer selama periode tertentu.

Menariknya, dua wajah klub besar jaman now ini membuktikan, selain faktor dukungan finansial, untuk bisa bersaing di level tertinggi, sebuah tim juga harus punya mental bertanding yang cukup kuat. Tapi, keduanya punya sisi berlawanan.

Karena, meski uang bisa menciptakan sebuah tim bertabur bintang dalam sekejap, mental bertanding di level tertinggi tak bisa demikian. Ia hanya tercipta, melalui tempaan proses dan waktu yang tak sebentar, dengan didahului sejumlah kegagalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun