Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Beda Nasib Dua Zidane

21 Mei 2018   00:45 Diperbarui: 21 Mei 2018   00:49 1538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ki-ka) Luca Zidane, Zinedine Zidane dan Enzo Zidane (Sindonews.com))

Di FC Lausanne, Enzo memang mendapat jatah tampil  cukup banyak, yakni 16 kali, dengan mencetak 2 gol. Tapi, peningkatan performa Enzo ini tak banyak membantu klubnya. Karena, klub milik Eneos (perusahaan produsen oli asal Jepang) ini terdegradasi ke kasta kedua Liga Swiss di akhir musim 2017/2018. Sebuah kemunduran karir yang cukup drastis.

Di usianya yang kini sudah menginjak 23 tahun, dengan situasi saat ini, sulit untuk mengharapkan Enzo bisa mencapai level seperti sang ayah. Ini jelas sebuah ironi, mengingat saat masih di level tim junior dulu, Enzo sempat membela timnas U-15 Spanyol dan timnas U-19 Prancis. Tak hanya itu, statusnya sebagai "anak sulung Zinedine Zidane" sempat membuatnya menjadi rebutan Spanyol dan Prancis, karena ia dinilai punya bakat seperti sang ayah. Tapi, cerita itu kini tinggal kenangan.

Malah, ia kalah dengan sang adik, Luca (20), yang baru saja mencatat debut di tim senior Real Madrid, saat El Real bermain imbang 2-2 versus Villareal di pekan terakhir Liga Spanyol, Minggu, (20/5). Di laga ini, Luca Zidane bermain penuh selama 90 menit. Hanya saja, berbeda dengan Enzo, Luca berposisi sebagai kiper.

Praktis, Enzo kini terancam mengikuti jejak Christian Maldini (putra Paolo Maldini, legenda Italia), Edinho (putra Pele, legenda Brasil), Rivaldinho (putra Rivaldo, legenda Brasil), dan Jordi Cruyff (putra Johan Cruyff), sebagai putra pesepakbola legendaris, yang gagal meniru, atau hanya sebatas mendekati prestasi hebat sang ayah di masa lalu.

Apa yang dialami Enzo Zidane sekali lagi membuktikan, menjadi anak pesepakbola legendaris bukan jaminan sukses, meski status ini tampak istimewa. Malah, status istimewa ini adalah sebuah tantangan yang harus dihadapi, jika ia ingin sukses. Jika mampu, prestasi sang ayah dapat disamai, atau bahkan dilampaui, seperti pada kasus Cesare dan Paolo Maldini (legenda AC Milan dan timnas Italia), atau Arnor dan Eidur Gudjohnsen (Islandia). Jika tidak, ia akan gagal, dan terus berada di bawah bayangan nama besar sang ayah. Di sini, sepak bola kembali merefleksikan, tak ada manusia di dunia ini yang bergaris nasib sama persis, sekalipun mereka adalah ayah dan anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun