Musim 2017/2018 menyajikan berbagai warna, termasuk naik turunnya performa para pemain atau pelatih. Salah satu pelatih, yang mengalami naik turun nasib yang cukup dramatis di musim ini, adalah Vincenzo Montella (Italia).
Di awal musim, semua terasa begitu cerah bagi Montella, yang kala itu masih melatih AC Milan. Karena, Milan begitu aktif berbelanja di bursa transfer, dengan mendatangkan pemain-pemain berkualitas macam Franck Kessie, dan Leonardo Bonucci. Warna cerah itu makin terlihat, dengan performa cukup bagus Milan di pekan-pekan awal musim ini.
Tapi, memasuki pertengahan musim, performa Milan justru menurun drastis. Di sini, keaktifan belanja Milan justru berbalik menjadi bumerang. Karena, pemain-pemain baru yang dibeli Milan, sulit disatukan Montella dalam waktu singkat. Alih-alih bersaing di papan atas Serie A, Milan malah tertahan di papan tengah. Akibatnya, pada 27 November 2017 Montella pun dipecat, dan posisinya digantikan oleh Gennaro Gattuso.
Sekilas, dipecat Milan akan membuat musim ini menjadi musim yang tampak suram bagi Montella. Tapi, secara tak terduga, pada 28 Desember 2017, Montella ditunjuk menjadi pelatih Sevilla, menggantikan Eduardo Berizzo (Argentina) yang dipecat akibat performa buruk tim.
Melihat catatan kurang meyakinkan Montella saat di Milan, keraguan suporter Sevilla pun muncul. Apalagi, Montella belum pernah melatih di liga Spanyol sebelumnya. Keraguan itu makin menjadi-jadi, setelah Sevilla hanya menang sekali dalam lima laga awal mereka di liga bersama Montella.
Tapi, berkat kesabaran manajemen Sevilla, keraguan itu sedikit demi sedikit mulai bisa terbantahkan, terutama berkat performa oke Sevilla di ajang Copa del Rey. Memang, di bawah arahan Montella, Sevilla sukses mencatat 5 kali menang dan sekali imbang dari 6 laga. Dimulai dari menyingkirkan Cadiz (menang agregat 4-1) di babak perdelapanfinal, Sevilla lalu melaju mulus ke semifinal, setelah menang agregat 5-2 dari tim tangguh Atletico Madrid di perempatfinal.
Seakan belum puas, Sevilla melanjutkan laju positifnya, dengan mengalahkan Leganes, tim asal kota Madrid lainnya, dengan skor 2-0 (agregat 3-1), Kamis (8/2, dinihari WIB), lewat gol yang dicetak Joaquin Correa dan Franco Vazquez. Leganes sendiri sebetulnya adalah tim kejutan, karena di babak sebelumnya tim ini sukses mendepak Real Madrid. Sevilla pun lolos ke final, dan menghadapi Barcelona, juara bertahan dalam 3 musim terakhir, yang lolos ke final berkat kemenangan 2-0 (agregat 3-0) atas tuan rumah Valencia di semifinal.
Di perdelapanfinal Liga Champions Eropa, Montella juga sukses membawa Sevilla mendepak Manchester United (MU), tim raksasa Inggris, dengan skor agregat 2-1 lewat sepasang gol Wissam Ben Yedder. Hebatnya, kemenangan ini dicatat di Old Trafford, kandang MU.
Sayang, kemenangan sensasional ini, justru menjadi awal dari akhir kisah Montella di Sevilla. Karena, dalam 9 laga berikutnya, Sevilla hanya mampu mencatat 4 hasil imbang dan 5 kekalahan. Performa buruk ini, membuat mereka gagal meraih trofi Copa del Rey (kalah 5-0 dari Barcelona di final), dan tersingkir di perempatfinal Liga Champions (kalah agregat 2-1 dari Bayern Munich).
Tak cukup sampai disitu, performa buruk Sevilla juga merembet ke liga domestik. Alhasil, mereka kini terpaku di posisi ke 7 klasemen sementara La Liga. Secara matematis, dengan 4 laga sisa Sevilla (nilai 48), sudah tak mungkin lolos ke Liga Champions, mengingat mereka terpaut 18 angka dengan Valencia (66) di posisi keempat. Praktis, satu-satunya kans tersisa adalah mengejar tiket ke Liga Europa. Tapi, peluang ini pun cukup berat, karena mereka terpaut 6 angka dari Villareal (posisi 6, nilai 54).
Akibat rentetan performa buruk inilah, pada Sabtu (28/4) lalu, Montella dipecat manajemen Sevilla, segera setelah Sevilla kalah 2-1 atas Levante. Posisinya lalu digantikan oleh Joaquin Caparros, eks pelatih Sevilla periode 2000-2005. Bersama Sevilla, Montella mencatat 11 kemenangan, 7 hasil imbang, dan 10 kekalahan dari total 28 laga. Praktis, finalis Copa del Rey dan perempatfinalis Liga Champions, menjadi dua hal positif yang didapat Si Pesawat Kecil, dalam periode singkatnya yang cukup chaos di Sevilla.
Setelah mengawali musim dengan optimisme, dan menjalani periode suram di Milan, Montella justru sukses mengantar Sevilla ke final Copa del Rey, dan perempatfinal Liga Champions, sebelum akhirnya kembali bernasib suram di Sevilla. Boleh dibilang, Montella dua kali mengalami  "habis terang terbitlah gelap" di musim ini. Pastinya, ini akan menjadi musim tak terlupakan yang (ironisnya) harus segera ia lupakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H