Bagi seorang pesepakbola, kemampuan individu dan pengalaman bertanding adalah modal penting, untuk dapat terus bermain. Kemampuan adalah kombinasi antara bakat dan latihan rutin dalam jangka panjang. Biasanya, level kemampuan seorang pemain akan bertambah, seiring dengan makin banyaknya pengalaman bertanding yang didapat.
Dari sinilah, mental bertanding seorang pemain ditempa. Hasil tempaan ini menghasilkan kematangan, yang tingkatnya akan semakin tinggi, seiring bertambahnya usia. Dari sinilah, figur "pemimpin" atau "panutan" dalam tim dihasilkan. Tak heran, jika pemain semacam ini kerap dijadikan kapten tim.
Meski di satu sisi menghasilkan kematangan mental bertanding, pertambahan usia juga mendatangkan efek samping alamiah lainnya, dalam bentuk penurunan kemampuan fisik. Situasi ini, biasa dialami pesepakbola, saat memasuki usia 30an tahun, fase yang dianggap sebagai fase "usia senja" pesepakbola.
Bagi kebanyakan pemain, yang semasa mudanya begitu mengandalkan atribut fisik, semuanya akan berubah drastis di usia kepala 3. Karena, kemampuan fisik mereka tak seprima dulu lagi. Atribut fisik yang dulunya biasa mereka andalkan pun tak lagi ampuh. Untuk kasus ini, kita bisa melihatnya pada sosok Nemanja Vidic (Serbia) atau Ronaldo (Brasil).
Di sisi lain, ada juga pemain yang di masa mudanya punya fisikalitas (dan/atau teknik individu) istimewa, tapi performanya tetap oke di usia 30-an. Di sini, ada dua pendekatan yang biasa digunakan. Pertama, membatasi peran hanya pada satu tugas tertentu. Kedua, mengambil peran yang lebih rumit dari sebelumnya.
Singkatnya, di usia senja sebagai pesepakbola, Ronaldo menampilkan versi simpel dirinya, dengan menjalankan peran cukup simpel di Madrid, dan timnas Portugal. Inilah yang membuatnya masih tetap tajam di usia 30-an tahun.
Pendekatan kedua, adalah peran yang saat ini mulai dijalankan Lionel Messi (30) di Barcelona. Sebelumnya, kita mengenal Messi sebagai "false 9" yang gemar memborong gol, dan mengacak-acak pertahanan lawan sendirian dengan kecepatannya. Memasuki usia kepala 3, Messi mulai menjalankan peran berbeda, yakni sebagai "pemain nomor 10", yang bertugas membagi bola, menginspirasi permainan tim, dan menjadi pelayan bagi rekan-rekannya. Tapi, ia tetap dibebaskan untuk mencetak gol, jika memang memungkinkan.
Sederhananya, Messi kini bukan saja menjadi ujung tombak, tapi menjadi "difference maker" bagi Barca. Uniknya, peran ini adalah peran yang sebelumnya biasa dijalani Messi di Timnas Argentina. Di sini, mulai tampak kesinkronan, antara "Messi-nya Barca", dan "Messi-nya Argentina", yang sebelum ini tampak amat berbeda. Ironisnya, kesamaan peran ini baru dialami Messi, justru saat dirinya memasuki usia senja karir pesepakbola. Tak seperti Ronaldo yang perannya makin simpel, peran Messi justru makin rumit, tapi tak lagi terbolak-balik seperti dulu, meski berada di dua alam berbeda. Meski begitu, kemampuan mencetak gol, dan kreativitasnya sejauh ini masih tetap bisa diandalkan Barca dan Tim Tango.
Beragam cara yang ditempuh pesepakbola, dalam menjalani usia senja karirnya membuktikan, pertambahan usia (dengan segala efeknya) adalah hal yang tak terhindarkan oleh siapapun. Semua orang pasti akan bertambah usianya, tapi belum tentu ia juga bertambah matang saat usianya bertambah. Karena, kematangan hanyalah milik mereka, yang memang memilih dan siap untuk menjadi matang seutuhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H