Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kisah Benua Bola

12 Maret 2018   09:45 Diperbarui: 12 Maret 2018   10:11 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebastian Pinera (kiri) dan Mauricio Macri (duna.cl)
Sebastian Pinera (kiri) dan Mauricio Macri (duna.cl)
Contoh figur pada kasus ini adalah, Sebastian Pinera (Presiden terpilih Chile, mulai menjabat akhir Maret 2018), dan Mauricio Macri (Presiden Argentina). Mereka dikenal sebagai pebisnis sukses di negara masing-masing, yang juga aktif di dunia persepakbolaan. Pinera adalah salah satu pemegang saham di klub Colo-Colo, tim raksasa liga Chile. Sementara itu, Macri sempat menjadi presiden Boca Juniors, raksasa liga Argentina, pada tahun 1995-2005.

Uniknya, di Amerika Selatan, sepak bola juga dapat dijadikan kendaraan politik pemerintahan di suatu negara, untuk membangun citra positif di mata dunia. Contoh kasus politisasi sepak bola yang terkenal, terjadi pada Piala 1978 di Argentina. Politisasi sepak bola pada Piala Dunia 1978, dilakukan pemerintah Junta Militer Argentina, yang dipimpin oleh Jenderal Jorge Rafael Videla.

Kala itu, Piala Dunia 1978 dijadikan pemerintahan Junta Militer Argentina sebagai ajang pencitraan, untuk mengalihkan sorotan negatif dunia atas pemerintahan otoriter, dan pelanggaran HAM yang diduga telah mereka lakukan.

Maskot dan Logo Piala Dunia 1978 (merdeka.com)
Maskot dan Logo Piala Dunia 1978 (merdeka.com)
Akibatnya, muncul kampanye boikot "Bloed en Paal" (Darah di Gawang) yang diakukan sejumlah bintang  sepakbola pada  masa itu, seperti Johan Cruyff (Belanda), dan Paolo Rossi (Italia). Meski diwarnai boikot, sejarah mencatat, Argentina sukses menjuarai Piala Dunia 1978, dengan Mario Kempes sebagai bintang utamanya.

Hubungan unik Amerika Selatan dan sepak bola, membuat keduanya mempunyai kaitan begitu erat, dan berbanding lurus dengan prestasi yang didapat, yakni 9 gelar Piala Dunia (Brasil 5 kali juara dunia, Argentina dan Uruguay masing-masing 2 kali juara dunia). Bahkan, hubungan itu tak hanya sebatas di lapangan hijau, sebuah penghayatan yang mengagumkan.

Inilah yang membuat sepak bola Amerika Selatan lebih unggul, dibanding benua Asia dan Afrika, sesama wilayah "Dunia Ketiga". Soal animo suporter, sepak bola benua Asia memang tak kalah hidup dengan Amerika Selatan. Tapi, kualitas pemainnya masih belum sebanding. Sementara itu, meski seimbang dalam hal animo suporter, fisik dan teknik, kualitas sepak bola benua Afrika masih kalah dalam hal taktik dibanding Amerika Selatan.

Menariknya, perbedaan kualitas persepakbolaan antarbenua ini, seolah membuktikan kebenaran dari salah satu quote terkenal Buddha Gautama: "yang mengetahui kalah oleh yang menyukai, tapi, yang menyukai kalah oleh yang menghayati".

Memang, sepak bola itu sungguh unik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun