Akibatnya, FIFA, dan anggotanya terlihat seperti kartel uang, dengan potensi korupsi cukup besar. Maka, tak mengagetkan jika belakangan, kita sering mendengar petinggi FIFA, dan federasi yang ditangkap karena dugaan korupsi.  Tanpa sadar, FIFA -dan anggotanya- justru menjalankan  politik mereka sendiri, sambil mengakui bahwa politik dan sepakbola adalah pasangan yang tak terpisahkan.
Jas merah, atau "jangan sekali-sekali melupakan sejarah", seperti kata Bung Karno dahulu, agaknya perlu dilakukan FIFA, dan anggotanya, termasuk Indonesia, untuk berintrospeksi. Mereka tidak perlu malu ataupun trauma untuk belajar dari sejarah. Karena sejarah ada supaya mereka dapat belajar dari kesalahan di masa lalu, untuk dapat menjadi lebih baik di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H