"Jadi, saya harus bagaimana?" tanya Rais bingung.
"Bapak harus bayar. Kalau sudah bayar tentu tidak telat lagi."
Rais semakin terkejut. Pikirnya, kalau tidak telat lagi sama saja dengan membunuh kehidupan yang ada di rahim Euis. Tidak! Rais tidak setuju bagaimanapun kejadiannya.
"Kalau tidak membayar bagaimana, Pak?" tanya Rais lagi.
"Kalau tidak membayar, terpaksa punya Bapak dipotong."
Pantat Rais sampai terangkat saking terkejut. Dia terdiam beberapa jenak. Bingung. Tentu saja bingung. Membayar mengakibatkan tidak telat lagi. Tidak membayar pun kepunyaannya akan dipotong. Dilema! Seperti menghadapi buah simalakama. Tidak ada pilihan.
**
Rais dan Euis semalaman tidak bisa tidur. Mereka sama-sama bingung. Tentu saja malam itu malam yang sepi. Tidak ada kuda-kudaan. Tidak ada sorak-sorai. Menjelang subuh baru mereka sepakat untuk mendatangi pemilik rumah kontrakan.
Pemilik rumah awalnya menyambut dengan hangat. Tapi setelah tahu maksud kedatangan pengantin baru itu, pemilik rumah cemberut.
"Kan baru dua bulan, kenapa sudah mau pindah lagi?" kata pemilik rumah. "Bayarnya juga kan baru setengahnya, Bapak dan Ibu ini berjanji melunasi yang setengahnya lagi sebulan kemudian. Sekarang sudah dua bulan. Artinya, sudah telat satu bulan."
"Ya, itu juga karena telat satu bulan," kata Euis.