Baru sekitar satu jam saja gunungan ubi sudah ada di mana-mana. Bik Uneh dan Bik Uti memisahkan ubi kecil dan besar. Mang Kardun dan Pak Ringko mewadahi ubi besar dengan karung. Lalu dipikulnya karung itu ke pinggir jalan. Kakek kadang membantu membalik tanah dengan cangkulnya. Papa kadang ikut mengumpulkan ubi. Tapi seringnya memotret dengan kamera.
"Yuk, kita membantu memilah ubi," kata Dindin.
Rakey dan Siti berlarian ke gunungan ubi.
"Bukan hanya besar dan kecil yang dipisah. Tapi ubi yang kena lanas juga dipisah," kata Dindin.
"Apaan lanas?" kata Rakey.
"Lanas itu hama. Ubi yang kena lanas bolong-bolong. Bila sudah kena lanas, ubinya tidak enak, pahang, pahit dan sengak rasanya."
Untungnya tidak banyak ubi yang kena lanas. Ubi yang kena lanas dibuang. Ubi yang kecil-kecil, seukuran ubi jari kaki, dibagi-bagi kepada yang membantu. Meski yang membantu sudah membawa ubi banyak, ubi kecil itu masih berkarung-karung. Kebun Kakek memang luas.
**
"Kalau mau ubi bakar, bikin tuh di bawah rumpun bambu," kata Kakek.
Rakey meraba kening dan lehernya. Keringat membuat bajunya basah. Topi terasa panas. Matahari memang sudah tinggi.
"Ayo, Key, kita bikin api unggun," kata Dindin.