Mohon tunggu...
yosephine purwandani
yosephine purwandani Mohon Tunggu... Freelancer - karyawan swasta

Ibu dengan 3 anak Hobi : mendengarkan musik, koleksi perangko

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tangis Sedarah

3 Juni 2024   13:00 Diperbarui: 3 Juni 2024   13:32 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku tidak bermaksud jahat

Bukan aku tidak ingin ikut bergembira di hari bahagiamu

Sesuatu yang seharusnya kusyukuri karena kamu sudah move on

Seharusnya aku bernyanyi riang

Perjalanan pedihmu usai oleh waktu

Menjadi bagian dari keluarga kami sudah cukup membuatmu menjadi saudaraku juga kan?

Maka aku seharusnya bahagia, saat saudaraku bahagia

Seharusnya aku di sana dan menjabat erat tanganmu 

Serta berucap, Selamat Menempuh Hidup Baru

Tapi, kakiku kaku

Tertahan berdiriku di sini, di tempatku berdiri

Aku ingin beranjak, aku ingin berlari sebelum acara usai

Tapi langkahku berat,tertahan di sini

Betapa jahatnya aku padamu

Seharusnya tidak begini

Lidahku kelu sampai tak satu ucapun keluar dari mulutku

Sejak hari itu,

Hari dimana kudengar bahwa telah kau temukan cinta barumu.

5 bulan, 7 bulan, 9 bulan, 12 bulan......

Kenapa tidak menjadi ukuran yang sama lagi untukku

1 bulan rata-rata 30 hari jelas sudah

Tapi kenapa menjadi tak sama lama dan sebentarnya untukku dan untukmu

Kenapa menjadi relatif???

Untukku rasanya baru 7 bulan,

Untukmu mungkin sudah 7 bulan.

Sisi lain mungkin berbicara 

bahwa 7 bulan adalah waktu yang berat untukmu melalui kehilangan dimana aku atau siapapun tak selalu disampingmu

Maka 7 bulan ini cukup untukmu menemukan perjalanan baru

Bukankah itu syukur tak terkira?

Tangisku pecah,

Tangis sedarah dalam ironi cerita

Sajak-sajak cinta kesetiaan yang kukenal rasanya bukan demikian 

Tapi aku bukan hakim kehidupan, beda manusia beda cerita

Setia tidak harus bertahan sendirian , mungkin aku harus tau itu 

Mungkin karena tidak menjalani 

Maka hati berkata lain

Tangis sedarah,

Meratap bayang yang tak tentu nyata, bisa saja dari sana kau tersenyum bahagia

Bagaimana bila tidak? 

Bagaimana bila kau juga terluka?

Kerangka setia yang ku tahu ternyata sangat berbeda dengan cerita ini 

Maafkan aku, jika menangis untukmu 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun