Tak terbayangkan putra keduaku mendengar ini, ah rasanya pengen segera pulang dan menerima pelukannya, saya yakin dia ingin saya ada di sana. Tunggu ya Nak.
Sampai pada malam tiba, dan kami bersua.
Saya hanya bertanya apakah dia baik baik saja? , dia bertahan mencoba bertahan dalam ketegaran. Oleh waktu langkahnya runtuh, air mata tak terbendung, menangis keras dan lantang dalam kekuatannya yang coba ia bangun dalam tegar.
Hatinya sakit, hatinya sedih, gurunya, kakaknbukan kandungnya yang sudah berbagi ilmu dengannya, meninggalkan kenangan tak tergantikan dalam sekejap mata.
Enam hari sebelumnya masih bertemu dan sehatÂ
Hari ini, bahkan memeluknya, menyapa lagi saja tidak bisa
Anak lelakiku sedih, dan hatiku sakit.
Ibu yang hanya sebagai pengantar minum saat les gitar saja, sesedih ini, apalagi kamu Nak,
Kaka yang sesekali menggantikan ibuk saja sedih, apalagi kamu Dek,
Adek yang sesekali mengambil snack pak Guru saja menangis bahkan sampai malam tadi masih teringat, apalagi kamu Kak,
Bapak yang sesekali ketemu saja sedih, apalagi kamu Le?