Mohon tunggu...
Yosep Efendi
Yosep Efendi Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Otomotif

Selalu berusaha menjadi murid yang "baik" [@yosepefendi1] [www.otonasional.com]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa Sih Pentingnya Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah?

17 Juli 2017   19:45 Diperbarui: 7 Agustus 2017   06:28 1331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini (17/6/2017), saya cukup senang melihat beranda Facebook saya, yang dipenuhi foto-foto kegiatan teman-teman yang mengantar anaknya ke sekolah. Sebelumnya, beranda FB didominasi satus atau share artikel yang berat-berat. Hari ini tampak begitu menyenangkan dan adem, karena didominasi foto-foto genarasi penerus bangsa yang mulai masuk sekolah (lagi). Sepertinya hari ini mayoritas mulai pada masuk sekolah, setelah libur yang cukup lama atau benar-benar baru masuk sekolah. Alhasil, beramai-ramai update status mengantar anak ke sekolah. Termasuk saya.

Sekitar 2 minggu yang lalu, saya mendaftarkan akan saya --Kia- ke lembaga PAUD terdekat. Alasan utama memasukkan Kia ke PAUD adalah agar dia punya teman. Bisa dibilang, Kia tidak punya teman seusia di rumah. Sebab, tempat tinggal Kami jauh dari pemukiman warga, hanya bertetangga dengan pertokoan yang kebetulan tidak ada anak kecil. Kia kurang bergaul dengan teman sebaya, hanya bermain dengan ibunya dan beberapa pegawai ibunya. Oleh sebab itu, Kami merasa perlu memasukkan Kia ke PAUD, agar dia punya teman.

Saat mengisi formulir pendaftaran PAUD tersebut, saya berjanji dalam hati, berjanji akan mengantarkan Kia di hari pertama sekolah. Mengapa saya "harus" membuat janji itu? "loh Kia kan memang masih kecil, jadi ya harus diantar dong. Masak disuruh berangkat sendiri, Tega banget!!!" Bukan hanya itu, ada beberapa nilai positif saat orangtua mengantar anaknya ke sekolah. Berikut saya beberapa nilai positifnya, versi Saya tentunya.

1. Mengenal(kan) Lingkungan "Rumah" Barunya

Meskipun saat pendaftaran, saya sudah mengenalkan "rumah baru" Kia yang merupakan PAUD/TK Islam Terpadu, namun saat itu kondisinya masih sepi. Sebab masih libur, belum ada aktifitas bermain atau belajar. Berbeda dengan saat mulai masuk "sekolah", yang mulai ramai peserta didik dan orangtua/wali. Oleh sebab itu, saya merasa perlu untuk mengenalkan Kia dengan lingkungan barunya.

Turun dari mobil, Kia tidak mau berjalan sendiri, pengen digandeng tangannya. Sepertinya Dia masih merasa asing dengan lingkungan rumah barunya ini. Sembari berjalan menuju pintu gerbang sekolah, saya mengajaknya berbincang. "tuh banyak teman. Bajunya juga sama. Nanti Kia main sama mereka". Kia tak menjawab, tetapi matanya tajam memandang ke depan kanan dan kiri, memandang teman sebaya dan berbagai mainan yang ada di halaman. "itu juga ada ibu guru, sudah menunggu di depan" saya terus memancing agar Kia berpendapat, tetapi nihil. Kia masih terus diam dan memandang.

Setibanya di gerbang, Kami disambut oleh seorang guru. Setelah berbincang, Kami diajak untuk lebih mengenal lingkungan rumah baru Kia. Mulai dari berkenalan dengan beberapa guru yang lain, melihat ruang kelas, tempat bermain, aula tempat berkumpul hingga loker tempat penyimpanan sepatu dan barang murid-murid. Dengan begitu, Kami jadi tau bagaimana kondisi tempat "rumah kedua" Kia ini. Setelah itu, Kia mulai "mencair", ingin bermain dengan teman barunya, tak mau lagi digandeng. Kia pun sudah merasa "akrab" dengan rumah barunya ini.

2. Mengenal Guru

Saat Kita mengantar anak ke sekolah, kemudian meninggalkannya belajar di sana, apakah Anda yakin tidak mau tau dengan siapa anak kita belajar? Dengan siapa anak Kita "titipkan"? Saya, saat belanja di toserba/supermarket yang mewajibkan tas harus dititipkan, selalu ada perasaan khawatir. Apakah tas beserta isinya akan aman di tempat penitipan tersebut? Meski khawatir, tetap saja berusaha tenang berbelanja, percaya saja sama penjaganya.

Nah, "hanya" menitipkan tas beserta isinya -yang jika hilang bisa dicari lagi- saja khawatir jika dititipkan ke orang lain yang tak dikenal, apalagi ini menitipkan anak sendiri. Tetapi, mengenal guru di sekolah bukan untuk "mencurigainya", melainkan untuk mengenal dengan siapa anak kita akan tumbuh dan berkembang di rumah keduanya ini. Yang paling penting adalah berbagi informasi dan berdiskusi tentang perkembangan anak.

3. Mengenal Teman dan Orangtua/Wali-nya

Katanya, teman adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perubahan atau perkembangan anak. Dengan rajin mengantar anak ke sekolah, secara langsung maupun tak langsung, Kita akan mengenal teman-temannya. Bukan berarti Kita menyuruh anak membatasi atau pilih-pilih teman, tetapi untuk tau bagaimana perilaku/kebiasaan teman-temannya.

Tidak masalah jika anaknya sudah cukup "dewasa" bisa bermain dengan siapa saja namun mampu membedakan mana yang boleh ditiru dan mana yang tidak. Masalahnya jika anak masih kanak-kanak, yang hanya bisa meniru tanpa bisa "menyaring". Kondisi tersebut tentu butuh banyak bimbingan orangtua. Kenal temannya, amati perilaku dan bantu anak memahaminya.

Mengenal teman anak juga berguna agar obrolan antara orangtua dan anak tetap nyambung. Misalnya, anak menceritakan saat tadi bermain dengan "Si A". Ceritanya bla..blaa...blaa... kan enak kalo Kita kenal dengan teman yang diceritakan anak, obrolan jadi nyambung. Sepertinya ini penting untuk menjaga komunikasi intensif antara orangtua dan anak.

Selain mengenal teman, dengan mengantar anak ke sekolah, sangat mungkin Kita kenal dengan orangtua/wali yang juga sedang mengantar. Yakinlah, perkenalan antar orangtua akan membawa banyak manfaat. Misalnya, sebagai teman diskusi perkembangan anak, memberi informasi terkait sekolah jika saja anak kita lupa bilang dengan kita, bisa membantu menjaga/mengawasi anak kita saat pulang sekolah ternyata kita terlambat menjemput. Ataaauu, sebagai tambahan anggota arisan :) . Apapun itu, percayalah, banyak teman, banyak manfaat.

4. Meningkatkan Semangat Anak

Terkait mengantar anak ke sekolah dapat memacu semangat atau bentuk dukungan, memang sangat relatif. Setiap orangtua dan anak yang diantar, mungkin punya persfektif yang berbeda-beda. Mungkin ada yang beranggapan bahwa mengantar itu tidak melatih kemandirian atau bahkan dianggap memanjakan. Yang saya maknai, mengantar anak ke sekolah itu wujud nyata dukungan orangtua terhadap aktifitas sekolahnya. Dukungan selain menemani belajar di rumah atau dukungan biaya pendidikan dan uang saku anak.

Memberi semangat dan dukungan saat mengantar anak ke sekolah, tentu berbeda dengan menghambat kemandirian. Semangat dan kemandirian itu dua hal yang berbeda. Untuk anak-anak, dengan mengantarnya ke sekolah, bisa memberi rasa aman dan nyaman. Sebab, anak mungkin akan berfikir bahwa sekolah ini adalah pilihan terbaik orangtua untuknya. Rasa aman, nyaman plus kepercayaan yang sedikit banyak berpengaruh terhadap semangat belajar anak di sekolah.

Tak hanya untuk peserta didik PAUD, mengantar anak ke sekolah untuk pengenalan lingkungan dan dukungan ini juga dibutuhkan peserta didik yang tingkatannya lebih tinggi, seperti SD, SMP bahkan SMA. Meskipun mungkin, tetap berlaku "hukum relatifitas", tergantung pribadi dan kesediaan waktu orangtua untuk mengantarkan/menjemput anak sekolah. Jika tak "sempat" mengatar anak ke sekolah, carilah cara lain untuk mengenal lingkungan sekolah anak, terlebih mengenal gurunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun