Sejak kuliah di program studi Tata Busana hingga saat ini, istri saya menggeluti usaha butik dan pembuatan busana pengantin. Meskipun hanya dibantu beberapa karyawan dan setiap periode tertentu dibantu beberapa siswa SMK magang, Alhamdulillah bisnis tersebut berjalan lancar. Karena bisnisnya juga mengandalkan jaringan Media Sosial yang dengan mudah tersebar luas, pelanggannya pun berasal dari berbagai daerah. Bukan hanya dari Jogja dan Klaten, Jawa tengah, tempat tinggal sekaligus “base camp” usaha ini.
Harus diakui bahwa teknologi informasi, seperti jaringan internet dan media sosial sangat berperan penting dalam mengenalkan dan memasarkan produk industri kreatif. Pemasaran sistem online memiliki jangkauan sangat luas dan dalam waktu singkat. Seperti yang tampak pada gambar di bawah ini, dimana teknologi informasi mendapat porsi yang besar untuk pemasaran produk.
Hal yang sama dilakukan oleh istri saya yang menjalankan industri kreatif subsektor Fashion ini. Meskipun ada fisik toko/butik, tetapi konsumen yang datang lebih banyak dari jalur online. Pemasaran dengan teknologi informasi benar-benar efektif menjangkau konsumen.
Namun, ketika komunikasi antara produsen dan konsumen hanya mengandalkan jaringan selular dan internet, dan jaringan tersebut bermasalah, maka bersiapkan menghadapi resikonya. Seperti yang pernah dialami istri saya. Begini ceritanya.
Pada Pertengahan tahun 2013, Istri saya mendapat pesanan 2 pasang baju pengantin (untuk wanita dan pria) dari sebuah daerah di Timur Indonesia. Asal mula “bertemunya” adalah melalui website yang dulu dikelola istri dan dilanjutkan ke Facebook, kemudian komunikasi telepon. Saat itu, Kami masih tinggal di sebuah kampung di Sumatera Selatan, yang berjarak sekitar 75 Km dari kota Palembang. Jauhnya jarak produsen, di Barat Indonesia dan konsumen di Timur Indonesia, membuat keduanya hanya berkomunikasi via telpon, sms, media sosial dan e-mail.
Singkat cerita. Beberapa draft desain busana pengantin dan motif bahan akan dikirim ke konsumen di daerah Timur Indonesia, melalui e-mail. Namun, masalah muncul saat proses pengiriman, yaitu jeleknya jaringan seluler di rumah kami (internet menggunakan hotspot dari smartphone). Masalah ini memang sudah lama saya rasakan. Apalagi kalau listrik mati, jaringan seluler bisa lebih jelek lagi. Padahal, dalam satu hari bisa beberapa kali pemadaman listrik, dalam waktu lama pula.
Akhirnya, Kami pun bergerak ke wilayah pusat Kecamatan. Syukurlah, jaringannya lebih baik dan file gambar bisa terkirim. Istri pun segera mengirim pesan SMS ke pelanggan, konfirmasi bahwa desainnya sudah dikirim via e-mail. Saya lupa keseluruhan balasan sms dari konsumen, tetapi intinya “kiriman e-mail tersebut akan dilihat besok saat pergi ke kota”.Sebab, jaringan seluler di rumahnya juga buruk. Alamak, betapa buruknya jaringan internet di daerah kami.
Masalah tersebut berdampak pada mundurnya waktu pengerjaan. Sebab, konsultasi dan penetapan desain membutuhkan beberapa kali pengiriman file gambar. File yang telah dikirim juga tidak bisa langsung direspon, harus ke kota dulu untuk mendapat jaringan internet. Respon yang lambat tersebut membuat waktu pengerjaan bertambah, karena ada “masa tunggu”.
Jika proses unggah dan unduh file gambar lancar, maka proses konsultasi dan revisi design akan lebih maksimal. Sehingga, design yang dihasilkan nantinya benar-benar sesuai keinginan konsumen. Namun, jaringan internet “berkata” lain. Pada akhirnya, konsumen “menyerah” dan memasrahkan sepenuhnya desain busananya pada istri saya. Sebab, Ia tak punya cukup waktu untuk terus mencari sinyal ke kota. Ia sudah cukup kewalahan mengurus persiapan pernikahan di rumahnya.