Bagimana tidak rumit, Pertamina harus mendistribusikan energi ke lebih dari 17 pulau di seluruh Indonesia. Bahkan hingga ke pulau terluar. Padahal, dari situs Pertamina.com, diketahui bahwa Pertamina “hanya” memiliki 7 Unit Pengolahan (UP). Namun, UP 1 Pangkalan Brandan telah ditutup dan bergabung dengan UP II di Dumai (Riau). Unit Pengolahan yang lain berada di Plaju (Sum-Sel), Cilacap (Jawa Tengah), Balikpapan (Kal-Tim), Balongan (Jawa Barat) dan Kasim (Papua). Selain mengolah minyak, beberapa dari UP tersebut juga mengolah LPG dan bahan kimia lain. Berikut ini adalah gambar sebaran UP Pertamina.
Untuk mendistribusikan energi, Pertamina memiliki 3 jenis transportasi utama, yaitu kendaraan darat, laut dan udara. Selain itu, ada juga infrastruktur Pertamina yang berguna untuk menjamin pendistribusian energi ke seluruh Negeri. Antara lain:
Bahkan, berdasarkan informasi dari tabloid milik Pertamina, yaitu ENERGIA edisi Desember 2015, Pertamina akan menargetkan penambahan armada kapal sejumlah 19 unit kapal berbagai ukuran hingga tahun 2020. Dari upaya memaksimalkan armada pengangkut ini, mengindikasikan bahwa Pertamina sangat serius dalam merespon kebutuhan energi masyarakat Indonesia dan menjawab tantangan sulitnya distribusi energi di Indonesia. Meskipun, sebenarnya target kargo yang diangkut Pertamina melalui armada kapalnya, terus meningkat sekitar 3,5% per tahun. Namun, Pertamina seperti sangat memahami bahwa kebutuhan energi oleh masyarakat terus meningkat.
Pertamina harus menjalankan amanat Undang-Undang No. 22 tahun 2001 tentang Migas, yang salah satunya menekankan bahwa BBM harus tersedia di seluruh wilayah Indonesia. Sebab, energi, seperti BBM dan Gas, sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat.
Contoh sederhana, sebagian besar masyarakat, berangkat ke tempat kerja menggunakan alat transportasi yang mengonsumsi BBM. Bagaimana jika BBM tidak ada, pastinya aktifitas masyarakat akan terganggu dan menjadi tidak produktif. Jika masyarakat tidak produktif, lalu siapa yang akan membangun Negeri ini?Maka tak berlebihan jika menganalogikan BBM sebagai “minuman berenergi” yang membangun dan menggerakkan Negeri.
Dalam upaya menggerakkan hingga pelosok Negeri melalui energi, Pertamina tidak selalu mendapat “jalan” mulus. Pertamina menelusuri jalur darat, memotong gunung dan perbukitan, menyebrang lautan dan mengudara melintasi awan untuk memastikan bahwa seluruh rakyat Indonesia bisa memanfaatkan Migas.
Namun, dalam upaya itu, tak jarang Pertamina mengalami kendala, baik teknis mauun non-teknis. Namun, dari berita yang banyak beredar, kendala non-teknis yang kerap muncul. Diantaranya adalah masalah cuaca dan medan jalan. Contohnya, pada Maret 2011, Riau mengalami kelangkaan BBM karena Kapal pengangkut BBM tak bisa beroperasi akibat dari cuaca buruk (sumber). Tahun 2012, Ternate mengalami masalah yang sama, yaitu kelangkaan BBM. Penyebabnya pun sama, kapal pengangkut mengalami masalah karena cuaca buruk (sumber). Lagi, tahun 2013, Ternate mengalami kelangkaan BBM gara-gara Kapal Tanker Pertamina yang mengangkut 7.000 ton BBM, tenggelam dihantam gelombang di Ternate (sumber).