Mohon tunggu...
Yosep Efendi
Yosep Efendi Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Otomotif

Selalu berusaha menjadi murid yang "baik" [@yosepefendi1] [www.otonasional.com]

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Perlukah Teguran untuk Pengendara yang Membahayakan Keselamatan?

28 September 2016   19:05 Diperbarui: 28 September 2016   20:20 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Laporan Masyarakat terkait pengendara yang ugal-ugalan (sumber gambar: lapor.go.id)

Sabtu (24/09/2016) Kemarin, saat dalam perjalanan menggunakan sepeda motor dari Jogja ke Klaten, saya beberapa kali bertemu dengan pengendara sepeda motor yang berpotensi membahayakan. Bakal membahayakan diri sendiri dan pengendara yang lain. Begini ceritanya...

Kasus 1: Dari Sebuah Gang, Tiba-tiba Muncul Pengendara Sepeda Motor dengan Kecepatan Tinggi

Saat sedang asik mengendarai sepeda motor di Ring Road Utara Yogyakarta, tiba-tiba muncul pengendara sepeda motor dari sebelah kiri saya, keluar gari sebuah gang kecil. Entah apa yang ada dalam pikiran pengedara tersebut, kok ya bisa-bisanya masuk jalan raya tanpa melihat keberadaan pengendara lain. Dengan kecepatan tinggi lagi.

Melihat pengendara yang ujug-ujug mak bedundug muncul itu, spontan saya langsung  banting kanan. Beruntung, di sisi kanan saya tidak ada sepeda motor, jadi perpindahan ruas jalan secara mendadak itu masih aman. Saat itu, rasanya ingin sekali saya mengejarnya dan menegurnya bahwa caranya masuk jalan raya sangat berbahaya bagi dirinya dan pengendara lain.

Tetapi, saya sudah terlanjur “panik” dan deg-deg-an, jadi saya memutuskan untuk menepi sejenak untuk menenangkan diri. Lagipula, pengendara tersebut terus memacu sepeda motornya dengan kencang, sudah jauh meninggalkan saya. Sulit untuk mengejarnya, apalagi perasaan sudah terlanjur tidak enak. Sudah, menepi saja dulu!

Kasus 2: Seorang Ibu yang Mengendarai Sepeda Motor Matic  

Setelah berhenti sekitar 5 menit, saya melanjutkan perjalanan ke Klaten. Memasuki daerah Klaten, saya menemui pengendara yang bikin gemes. Ia terus berkendara hampir tepat di tengah jalan raya, dengan kecepatan kira-kira 60 Km/jam. Kebetulan, saat itu jalan Jogja-Klaten/Solo sedang sepi kendaraan. Secara teori, dengan kondisi jalan sepi dan arus tunggal, berkendara nyaris di tengah jalan mungkin masih “aman”. Tetapi, faktanya, jalan tersebut adalah jalan utama lintas provinsi yang dilalui kendaraan dengan kecepatan tinggi. Misalnya Bis Jogja-Surabaya yang dikendarai para “pembalap” skill Dewa.

Gaya berkendara Si Ibu ini sempat memecah konsentrasi berkendara saya, “Kenapa Ibu ini jalan kok nengah-nengah?”. Padahal, dilihat dari nomor polisi sepeda motornya, plat AD Klaten, mestinya beliau tahu bahwa ini jalur cepat. Jalur dimana kendaraan banyak yang ngebut. Beliau juga tidak menyalakan lampu tanda belok kanan, berarti bukan sedang ingin belok kanan atau pindah ruas jalan.

Karena penasaran, saya mbuntuti si Ibu, saya ambil posisi ruas kiri jalan. Kira-kira sudah mengekor sekitar 1 km, Si Ibu masih saja di tengah. Karena “gemes”, saya Ingin sekali memberitahukan beliau bahwa caranya berkendara sangat berbahaya.

Setelah memastikan tidak ada kendaraan di arah belakang, Saya ambil posisi sebelah kanan si Ibu, lalu bilang dengan sedikit berteriak (biar terdengar), “Bu, jangan jalan di tengah, bahaya”. Si Ibu tidak merespon, lalu saya bunyikan klakson. Setelah Beliau menoleh, saya ulangi “Bu, jangan jalan di tengah, bahaya”. Beliau hanya diam, lalu kembali menatap arah depan. Saya anggap beliau sudah paham dan saya langsung meninggalkan beliau.

Setelah cukup jauh meninggalkan Si Ibu tadi, saya mbatinIbu tadi masih di tengah gak yo?”. Untuk menjawab pertanyaan itu, saya memutuskan untuk mengurangi laju kendaraan saya dan menunggu kedatangan Beliau. Sekitar 10 menit kemudian, tampak si Ibu tadi menyalip saya dan Ia melaju dengan mengambil jalur kiri jalan raya. “Alhamdulillah” saya mbatin.

Kasus 3: Seorang Pemuda yang Berkendara Zig Zag dengan Kecepatan Tinggi

Kasus ini saya temui saat sudah masuk wilayah Klaten kota. Seorang pemuda, mungkin usia anak SMA, berkendara zig zag, kadang ambil kiri, kadang kanan, nyalip lewat kiri dan kanan, dengan kecepatan tinggi. Pokoknya gaya berkendaranya Waaarbiasah!!!.

Karena “kagum” dengan caranya berkendara, saya pun mengikutinya dari belakang. Tentunya tidak mengikuti caranya berkendara. Mengikutinya dengan tujuan untuk menegurnya dan memberitahu bahwa caranya berkendara sangat berbahaya dan membahayakan orang lain.

Sambil terus memantaunya dari kejauhan, saya memikirkan cara untuk “menegurnya”. Dengan gaya berkendara yang zig zag dan kecepatan tinggi, cara menegurnya pun beda dengan menegur si Ibu yang berkendara di tengah jalan tadi. Saat masih proses loading mencari solusi, kebetulan di depan ada traffic light yang sedang berwarna merah dan ternyata pemuda tadi ada dipemberhentian itu. Saya pun bergegas mendekatinya.

Kebetulan, ada celah untuk berhenti tepat di sebelah kanannya. Setelah menempati celah itu dan berhenti sempurna tepat di sebalah kanannya, saya berkata pada pemuda itu “Mas, mau kemana?”. Ia hanya menjawab “pulang”. Setelah mengeluarkan pertanyaan basa-basi, saya langsung memberitahunya “kalo naik motor jangan ngebut zig zag, bahaya”. Ia hanya diam saja. “Yang bahaya bukan kamu sendiri, orang lain juga” tambah saya. Ia tetap diam. Beberapa detik kemudian, Ia pun langsung nge-gas, kencang, karena memang lampu sudah hijau.

Karena tidak mendapat respon positif dari si pemuda "pembalap" itu, saya masih mengikutinya. Penasaran apakah pemuda tadi mengerti saran saya atau tidak. Ternyata, Ia tidak berubah, tetap saja ngebut dan salip kiri dan kanan. Malah Ia semakin cepat memacu sepeda motornya, sampai saya kehilangan jejak. Memang luar biasa anak ini!

Menyadari Bahwa Jalan Raya Adalah Milik Bersama

Ketiga kasus di atas, bukan kali ini saja saya temui. Apalagi untuk kasus 3, pemuda berkendara dengan zig zag dan kecepatan tinggi, sangat sering saya temui. Fakta ini menunjukkan bahwa masih ada yang menganggap bahwa jalan raya itu milik “pribadi”, jadi terserah mau jalan di lajur kiri, tengah atau kanan.

Pun begitu dengan si pemuda yang ngebut zig zag, seolah mengabaikan perasaan pengendara lain. Dengan gaya berkendara seperti itu, pengendara lain bisa kaget, Bagaimana tidak kaget kalau tiba-tiba muncul sepeda motor dari kiri atau kanan, ngebut lagi. Kalau kaget, biasanya pengendara lain, misalnya pengendara mobil, akan mengurangi kecepatan secara mendadak atau malah berhenti karena takut nabrak pengendara “ugal-ugalan” itu. Jika itu terjadi, maka akan mengacaukan lalu lintas di belakangnya.

Siapapun, pemuda apalagi orang dewasa, gak usahlah  ugal-ugalan di jalan raya. Tidak ada gunanya, tidak ada yang akan bilang “hebat”, yang ada jusrtu menghujat. Saya jadi ingat dengan teman saya di Palembang, yang pernah menegur dan menantang pengendara ugal-ugalan yang kerap melintas di daerah Kami. Tantangannya keras: “ayo kita balapan, yang kalah tangan kanannya dipotong”. Mendapat tantangan itu, si pengendara ugal-ugalan minta maaf dan setelah itu cara berkendaranya menjadi sopan, setidaknya saat melintas di daerah kami.

Saya jadi berpikir, apakah para pengendara ugal-ugalan di jalan raya itu “mesti” ketemu orang-orang bernyali besar untuk menantang “potong tangan”? agar sopan. Entahlah.

Pentingnya Teguran untuk Mereka yang Gaya Berkendaranya Berbahaya/Membahayakan

Dari tiga kasus di atas –meskipun masih banyak lagi kasus serupa-, saya jadi berpikir bahwa teguran  memang penting untuk mereka yang berkendaranya berbahaya/membahayakan. Teguran, sedikit banyak, akan membantu pengendara tersebut untuk sadar, sehingga akan memperbaiki cara berkendaranya.

Meskipun dari tiga kasus di atas, hanya satu teguran yang berhasil “menyadarkan” si Ibu pada kasus 1. Namun, saya yakin, pemuda pada kasus 2 sedikit banyak akan berpikir atas teguran ringan yang coba saya utarakan padanya. Semoga.

Ketika kita menegur sesorang untuk kebaikan, memang tidak semuanya akan berhasil. Meskipun dengan cara yang halus sekalipun. Namun, untuk kasus 2, sepertinya memang bukan cara halus yang pemuda itu butuhkan. Mungkin cara yang lebih lugas dan tegas.

Layanan Aduan ke Pihak Kepolisian

Terkait teguran tegas apalagi keras, memang bukan ranahnya masyarakat umum. Melainkan wewenang pihak berwajib, misalnya Polisi Lalu Lintas (Polantas). Kita tahu bahwa jumlah Polantas sangat terbatas dan frekuensi patroli jalan raya pun begitu. Oleh sebab itu, sebaiknya, Polantas setempat membuka layanan aduan bagi masyarakat untuk melaporkan pengendara yang membahayakan.

Memang, sudah ada situs www.Lapor.go.id yang menerima berbagai jenis laporan masyarakat untuk berbagai masalah dan ditujukan pada berbagai dinas/pihak. Namun, yang saya amati dari situs tersebut, tindak lanjutnya sering lambat. Sebagai contoh, laporan pada gambar di bawah ini yang tidak mendapat respon. Entah laporan ini ditindaklanjuti atau tidak, yang jelas tidak mendapat respon dari pihak terkait. Padahal respon itu penting, agar masyarakat tidak “kapok” melaporkan berbagai permasalahan menyangkut kebaikan bersama.

Laporan Masyarakat terkait pengendara yang ugal-ugalan (sumber gambar: lapor.go.id)
Laporan Masyarakat terkait pengendara yang ugal-ugalan (sumber gambar: lapor.go.id)
Berkaca dari masalah laporan di atas, maka sebaiknya Polantas membangun sistem khusus untuk jalur laporan masalah berkendara dan keselamatan di jalan raya. Sistem yang paling sederhana adalah membuat jalur laporan melalui SMS atau yang paling efisien dan efektif adalah dengan pesan WhatsApp (WA). Dengan pesan WA, maka bukti ugal-ugalan/membahayakan dapat dilampirkan, misalnya bukti foto (jika sempat mengambil foto).

Untuk memasyarakatkan layanan aduan ini, Polantas bisa membuat dan memasang spanduk layanan aduan di berbagai tempat strategis di sekitar jalan raya. Misalnya dengan membuat spanduk seperti gambar di bawah ini.

Contoh Spanduk Layanan Aduan (gambar dari korlantas.polri.go.id dan dimodifikasi sendiri)
Contoh Spanduk Layanan Aduan (gambar dari korlantas.polri.go.id dan dimodifikasi sendiri)
Dengan mengetahui nomor polisi kendaraannya, maka akan mudah melacaknya. Namun, ada masalah jika ternyata kendaraan yang digunakan bukan atas nama sendiri dan bukan juga nama anggota keluarganya. Misalnya kendaraan yang dibeli dari orang lain yang belum diubah data kepemilikannya. Sebab, meskipun masih bisa dilacak, namun membutuhkan waktu yang cukup lama. Itu pun jika pemilik pertama masih ingat atau kenal dengan pembeli/pengguna kendaraannya. Meskipun demikian, masih ada harapan untuk melacaknya, jika pihak berwenang memang ingin memberi edukasi pada masyarakat.

Peran Keluarga untuk Gaya Berkendara

Teguran atau layanan aduan adalah upaya represif terhadap perilaku membahayakan di jalan raya. Yang terpenting adalah upaya preventif, untuk mencegah perilaku ugal-ugalan atau membahayakan saat berkendara. Untuk upaya preventif ini, pihak yang paling berpengaruh adalah keluarga. Anggota keluarga bisa saling menasihati untuk berkendara aman dan menghargai pengendara lain. Saat sedang ngobrol santai di rumah, mungkin sebaiknya disisipi masalah berkendara. Atau sebelum anggota keluarga berangkat dengan kendaraan, jangan lupa mengingatkan untuk berkendara dengan aman.

Nasihat “jangan ngebut” juga tak menjamin akan berkendara dengan aman. Tidak ngebut tapi kalo posisi berkendaranya di tengah atau mepet tengah jalan atau tidak memperhatikan pengendara lain, juga akan membahayakan. Terus ingatkan pentingnya perilaku aman saat berkendara. Sayangi keluarga, jangan sampai pulang hanya nama.

Hormati pengendara lain, karena sejatinya, di jalan raya kita adalah keluarga. Keluarga berbagi jalan. Jangan menunggu ditegur untuk berubah. Jangan marah jika ditegur, karena teguran itu sebenarnya tanda “sayang”. Sayang karena –sekali lagi- di jalan raya, Kita adalah keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun