Kasus 3: Seorang Pemuda yang Berkendara Zig Zag dengan Kecepatan Tinggi
Kasus ini saya temui saat sudah masuk wilayah Klaten kota. Seorang pemuda, mungkin usia anak SMA, berkendara zig zag, kadang ambil kiri, kadang kanan, nyalip lewat kiri dan kanan, dengan kecepatan tinggi. Pokoknya gaya berkendaranya Waaarbiasah!!!.
Karena “kagum” dengan caranya berkendara, saya pun mengikutinya dari belakang. Tentunya tidak mengikuti caranya berkendara. Mengikutinya dengan tujuan untuk menegurnya dan memberitahu bahwa caranya berkendara sangat berbahaya dan membahayakan orang lain.
Sambil terus memantaunya dari kejauhan, saya memikirkan cara untuk “menegurnya”. Dengan gaya berkendara yang zig zag dan kecepatan tinggi, cara menegurnya pun beda dengan menegur si Ibu yang berkendara di tengah jalan tadi. Saat masih proses loading mencari solusi, kebetulan di depan ada traffic light yang sedang berwarna merah dan ternyata pemuda tadi ada dipemberhentian itu. Saya pun bergegas mendekatinya.
Kebetulan, ada celah untuk berhenti tepat di sebelah kanannya. Setelah menempati celah itu dan berhenti sempurna tepat di sebalah kanannya, saya berkata pada pemuda itu “Mas, mau kemana?”. Ia hanya menjawab “pulang”. Setelah mengeluarkan pertanyaan basa-basi, saya langsung memberitahunya “kalo naik motor jangan ngebut zig zag, bahaya”. Ia hanya diam saja. “Yang bahaya bukan kamu sendiri, orang lain juga” tambah saya. Ia tetap diam. Beberapa detik kemudian, Ia pun langsung nge-gas, kencang, karena memang lampu sudah hijau.
Karena tidak mendapat respon positif dari si pemuda "pembalap" itu, saya masih mengikutinya. Penasaran apakah pemuda tadi mengerti saran saya atau tidak. Ternyata, Ia tidak berubah, tetap saja ngebut dan salip kiri dan kanan. Malah Ia semakin cepat memacu sepeda motornya, sampai saya kehilangan jejak. Memang luar biasa anak ini!
Menyadari Bahwa Jalan Raya Adalah Milik Bersama
Ketiga kasus di atas, bukan kali ini saja saya temui. Apalagi untuk kasus 3, pemuda berkendara dengan zig zag dan kecepatan tinggi, sangat sering saya temui. Fakta ini menunjukkan bahwa masih ada yang menganggap bahwa jalan raya itu milik “pribadi”, jadi terserah mau jalan di lajur kiri, tengah atau kanan.
Pun begitu dengan si pemuda yang ngebut zig zag, seolah mengabaikan perasaan pengendara lain. Dengan gaya berkendara seperti itu, pengendara lain bisa kaget, Bagaimana tidak kaget kalau tiba-tiba muncul sepeda motor dari kiri atau kanan, ngebut lagi. Kalau kaget, biasanya pengendara lain, misalnya pengendara mobil, akan mengurangi kecepatan secara mendadak atau malah berhenti karena takut nabrak pengendara “ugal-ugalan” itu. Jika itu terjadi, maka akan mengacaukan lalu lintas di belakangnya.
Siapapun, pemuda apalagi orang dewasa, gak usahlah ugal-ugalan di jalan raya. Tidak ada gunanya, tidak ada yang akan bilang “hebat”, yang ada jusrtu menghujat. Saya jadi ingat dengan teman saya di Palembang, yang pernah menegur dan menantang pengendara ugal-ugalan yang kerap melintas di daerah Kami. Tantangannya keras: “ayo kita balapan, yang kalah tangan kanannya dipotong”. Mendapat tantangan itu, si pengendara ugal-ugalan minta maaf dan setelah itu cara berkendaranya menjadi sopan, setidaknya saat melintas di daerah kami.
Saya jadi berpikir, apakah para pengendara ugal-ugalan di jalan raya itu “mesti” ketemu orang-orang bernyali besar untuk menantang “potong tangan”? agar sopan. Entahlah.