Mohon tunggu...
Yosep Efendi
Yosep Efendi Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Otomotif

Selalu berusaha menjadi murid yang "baik" [@yosepefendi1] [www.otonasional.com]

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Bensin Jenis Premium Punah Akhir Tahun Ini?

2 September 2016   11:01 Diperbarui: 4 April 2017   18:26 2545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
RIP premium (sumber gambar: ragamberitadotcom.wordpress.com.

Rabu kemarin (31/8/2016), saya mengisi bahan bakar sepeda motor di SPBU daerah Klaten, tepatnya dekat pabrik gula Gondang. Sore itu, kebetulan SPBU-nya sepi, saya tidak antre dan tidak ada antrean di belakang saya. Jadi, saya punya waktu untuk sejenak ngobrol dengan operator yang melayani pengisian BBM motor matic kesayangan saya ini.

Pak, apa bener Premium tidak akan dijual lagi di pom?” pertanyaan saya ini didasari dari info yang banyak beredar di dunia maya, yang mengisyaratkan bahwa Premium akan menghilang dari peredaran.

Iya mas, supply Premium dikurangi,” jawab operator dengan nada ramah. “Kemungkinan premium cuma sampe akhir tahun,” tambahnya. “Itu sekedar isu atau sudah resmi pak?” saya penasaran. Sudah ada surat edaran dari Pertamina dan Migas kok, Mas,” tegas beliau. Meskipun saya tidak melihat langsung bagaimana isi surat edaran/himbauan pembatasan atau penghentian supply Premium dari Pertamina, namun tanda-tanda kepunahan Premium sudah lama terbaca.

Tanda-Tanda Kepunahan Premium
Salah satu tanda awal punahnya Premium adalah dengan lahirnya Pertalite tahun lalu. Dikabarkan, Pertalite hadir untuk memberi pilihan bahan bakar untuk masyarakat. Namun, seiring berjalannya waktu, disinyalir, Pertalite hadir untuk menggantikan Premium. Hal ini diperkuat dengan pernyataan rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas, yaitu Premium dihapus dalam 2 tahun sejak awal 2015 (sumber). Artinya, tahun 2017 nanti, SPBU tak lagi menjual premium.

Saat ini, sebagian besar SPBU sudah menjual Pertalite, ancang-ancang larinya Pertamina meninggalkan Premium semakin jelas. Hasil pengamatan di berbagai SPBU kawasan Yogyakarta dan Klaten, tulisan huruf kapital PREMIUM di atas unit dispenser BBM hanya samar-samar terlihat, ditutup dengan tulisan PERTALITE. Tak hanya SPBU, pedagang eceran pun sudah jarang yang menjual Premium, ganti Pertalite. Ditambah lagi banyaknya media yang memberitakan dibatasinya supply Premium. Fakta-fakta tersebut menjadi tanda-tanda meyakinkan tentang kepunahan Premium dari peredaran.

Larangan Keras Pembelian Premium dengan Jerigen
Masih berdasarkan obrolan dengan operator SPBU di kawasan Klaten pada Rabu (31/8/2016) kemarin, “Pom juga sudah dilarang menjual Premium dengan jerigen, Mas. itu sudah ada spanduk larangan menjual Premium pake jerigen,” kata operator sembari menunjuk arah spanduk di halaman depan SPBU.

antri premium jerigen (sumber gambar: gunungsitoli.rri.co.id).jpg
antri premium jerigen (sumber gambar: gunungsitoli.rri.co.id).jpg
Sebelumnya, memang masih banyak SPBU melayani pembelian Premium dengan jerigen untuk para penjual Premium eceran. Meskipun ada peraturan yang melarang, tapi tetap saja ada yang bisa membeli Premium dengan jerigen. Namun, sepertinya saat ini peraturan tersebut diperketat. Salah satu buktinya, di daerah Karanganyar Jawa Tengah, peraturan larangan pembelian Premium dengan jerigen diawasi oleh kepolisian setempat. Polisi ikut berjaga mengawasi pembelian 'sisa-sisa' Premium di SPBU (sumber).

Pedagang Bensin Eceran Beralih Ke Pertalite (foto dok.pri)
Pedagang Bensin Eceran Beralih Ke Pertalite (foto dok.pri)
Dampaknya, penjual bensin eceran beralih ke pertalite. Berdasarkan pengamatan, botol kaca bening wadah bensin milik pedagang eceran di pinggir jalan raya Jogja dan Klaten, sudah tak lagi berwarna kuning (Premium), sebagian besar berubah jadi warna biru (Pertalite). Namun, masih ada penjual yang punya stok botol kuning (Premium). Mungkin mereka membeli Premium di SPBU dengan mobil, memenuhi tangki bensin mobil, atau pembelian berulang menggunakan sepeda motor.

Transisi Premium Ke Pertalite Dari Sudut Pandang Teknologi
PremiumRON 88 merupakan bahan bakar dengan kualitas terendah untuk kelas gasoline. Bahan bakar RON 88 sudah ditinggalkan oleh banyak negara, dengan pertimbangan polusi lingkungan dan teknologi otomotif. Masalah tersebut, dahulu sudah pernah saya tulis pada artikel: Terkait Konsumsi Premium: Masyarakat Butuh Edukasi dan Kampanye Ilmiah

Dengan hilangnya Premium RON 88, maka besar kemungkinan, masyarakat akan beralih ke Pertalite, yang harganya hanya selisih beberapa ratus rupiah. Dibanding Pertamax, apalagi Pertamax Plus atau Turbo, yang harganya jauh lebih mahal daripada Premium. Dari aspek teknologi, khususnya teknologi otomotif, transisi ini adalah sebuah kemajuan. Ya kemajuan. Sebab, Pertalite dengan RON 90, berdampak lebih baik untuk proses pembakaran mesin, yang selanjutnya berpengaruh pada performa kendaraan dan komponen utama mesin. Selain itu, kandungan polutan dari gas buang sisa pembakarannya pun dipercaya lebih baik daripada pembakaran Premium.

Efek Domino Peralihan Premium oleh Pertalite
Hilangnya Premium, tentu tak hanya dilihat dari sudut pandang teknologi. Aspek ekonomi akan mendominasi perdebatan punahnya Premium dari peredaran. Kebutuhan BBM bagi masyarakat tidak bisa lagi dipandang sebagai kebutuhan sekunder apalagi tersier. Setiap hari, masyarakat butuh bensin, untuk menunjang aktivitas, termasuk aktivitas bekerja mencari makan. Maka, tak heran jika nantinya benar Premium akan punah akhir tahun ini, maka akan berdampak pada perubahan harga kebutuhan pokok lainnya. Sebuah efek domino dari transisi Premium ke Pertalite yang memiliki perbedaan harga.

Jika biasanya, hanya mengeluarkan Rp 6.450 sudah dapat 1 liter bensin jenis Premium, nantinya harus mengeluarkan Rp 6.900 – Rp 7.300 (tergantung lokasi) untuk mendapat 1 liter Pertalite. Perbedaan harga tersebut memang bukan kenaikan harga, karena produknya dan kualitasnya berbeda. Tetapi, mungkin, tak sedikit masyarakat akan menganggap perbedaan harga itu adalah sebuah kenaikan harga, karena mereka 'dipaksa' untuk membeli bensin dengan harga yang lebih tinggi.

Apapun istilahnya -harga naik atau beda harga, konsumsi Pertalite yang harganya lebih mahal dari Premium, pasti berdampak pada bertambahnya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar kendaraan. Ketika itu terjadi, sudah bisa dibayangkan rambatan dampak lain. Ya, naiknya harga kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan), ongkos transportasi umum (tradisional), harga sparepart kendaraan dan lain sebagainya.

Mungkin dampaknya tidak sehoror kenaikan harga Premium pada November 2014 lalu, ketika premium melonjak dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500. Ketika itu, nyaris semua kebutuhan hidup berubah harga. Meski tak seheboh itu, tapi disinyalir akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat.

Premium Hanya Untuk Transportasi Publik?
Kabarnya, rencana penghapusan Premium masih mempertimbangkan keberadaan transportasi publik. Sebab, jika transportasi publik dipaksa menggunakan Pertalite, apalagi Pertamax, tarif angkutan tersebut akan melonjak. Jika itu terjadi, akan mempengaruhi kenaikan harga barang/jasa yang lain, misalnya harga kebutuhan pokok harian. Untuk menghindari hal tersebut, maka angkutan umum masih boleh menggunakan Premium.

Pertanyaannya, berapa jumlah unit kendaraan untuk transportasi umum? dan berapa persen masyarakat yang menggunakan transportasi umum? Sangat kecil. Pasalnya, transportasi umum sangat terbatas, terbatas dari segi kuantitas, kualitas, jangkauan trayek maupun waktu operasional. Apalagi di daerah bukan perkotaan. Tak heran jika banyak masyarakat lebih memilih menggunakan transportasi pribadi, seperti sepeda motor dan mobil.

Jika mengamati traffic kendaraan di pasar tradisional, sebagian besar pedagang menggunakan kendaraan pribadi untuk mengangkut barang dagangan. Bisa kendaraan milik sendiri atau kendaraan orang lain dengan sistem sewa jasa angkut (bayaran harian, mingguan atau bulanan). Tentu nantinya mereka akan menggunakan Pertalite atau Pertamax, dampaknya akan mempengaruhi biaya angkut barang pasar. Kondisi ini tak pelak akan mempengaruhi harga jual barang di pasar.

Fakta lain adalah angkutan umum banyak menggunakan solar sebagai bahan bakar. Belum diketahui bagaimana nasib solar, apakah akan hilang dan digantikan dengan produk yang lebih baik. Dengan demikian, jika alasan dipertahankannya Premium untuk angkutan umum guna menahan gejolak harga kebutuhan lain, maka tidak akan efektif.

Pemerintah dan pihak terkait hendaknya kembali melihat apa sebenarnya tujuan dari penghapusan premium. Jika tujuannya untuk faktor BBM yang lebih baik, aspek lingkungan dan teknologi, maka penghapusan premium secara total dapat menjadi opsi utama. Dengan catatan, perlu ada harga khusus untuk angkutan umum. Dengan memberikan jalur Pertalite/Pertamax khusus angkutan umum di SPBU, termasuk harga khusus. Meskipun mungkin gejolak harga tetap terjadi, tapi paling tidak, akan ada perbaikan dari polusi yang ditimbulkan oleh angkutan umum. Sesuai tujuan awal penghapusan premium.

Mungkinkah Ada Penyesuaian Harga Pertalite?
Jika memang Premium jadi dihapus akhir tahun ini, mungkin pemerintah dan pihak terkait perlu menyesuaikan harga Pertalite. Jika dilihat dari satuan liter, selisih harga Premium dan Pertalite memang tidak banyak, sekitar 500 rupiah. Tetapi, akan sangat terasa karena masyarakat membelinya tidak hanya 1 liter dan masyarakat butuh itu setiap hari. Hal itu berpotensi memberatkan masyarakat. Apalagi ditambah dengan potensi “penyesuaian” harga kebutuhan pokok akibat “kenaikan harga” bensin.

Oleh sebab itu, mungkin, sebaiknya Pemerintah melalui pihak terkait, melakukan penyesuaian harga Pertalite. Pertalite sebagai Bahan Bakar Khusus (BBK) berada dibawah kendali Pertamina. Saya tidak tahu berapa biaya produksi untuk 1 liter Pertalite dan faktor apa saja yang mempengaruhi perhitungan harga jual per liter Pertalite. Namun, berdasarkan informasi yang saya kutip dari Tempo.co, turunnya harga Pertalite pada Mei 2016 lalu disebabkan oleh penyesuaian dengan harga minyak dunia yang cenderung turun (sumber).

Ternyata, akhir Agustus 2016 kemarin, harga minyak dunia kembali melemah. Tren melemahnya harga minyak dunia diperkirakan akan terus berlanjut. Sebab, Iran mengeluarkan pernyataan resmi tentang upayanya untuk terus menggenjot produksi minyak (sumber). Hal itu jelas akan mempengaruhi harga minyak dunia ke depan. Mungkin ini bisa berpengaruh terhadap penurunan harga Pertalite, seperti Mei 2016 lalu. Semoga saja. Agar masa transisi Premium ke Pertalite tidak menimbulkan gejolak ekonomi yang memberatkan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun