Begini kasus nyatanya…
Akhir tahun 2012, saat adik saya masih SMA, Dia punya keinginan untuk kuliah di Yogyakarta. Ia ingin mengikuti jejak saya, meninggalkan kampung halaman di Sumatera Selatan dan menuntut ilmu di Yogyakarta. Seperti diketahui, biaya pendidikan tinggi saat ini melambung tinggi.
Di satu sisi orangtua butuh biaya besar untuk kuliah si bungsu. Namun di sisi lain, harga karet sedang turun drastis. Ditambah lagi dengan peremajaan pohon karet di sebagian besar lahan. Sebagian besar pohon sudah ditebang karena sudah tua dan tidak produktif lagi. Kebun Karet yang diremajakan itu harus menunggu beberapa tahun lagi untuk bisa produksi. Hanya tersisa sedikit lahan yang produktif dan menghasilkan uang.
Ternyata, rancana peremajaan kebun karet, labilnya harga karet dan timing adik masuk Perguruan Tinggi sudah diperhitungkan dengan matang oleh orangtua. Dengan mengikuti asuransi pendidikan di Bumiputera, orangtua telah mengamankan biaya pendidikan anak bungsunya. Saat harga dan produksi karet menurun drastis, biaya pendidikan adik tetap ada. Terjamin aman bersama AJB Bumiputera.
Dari kisah nyata ini saya mendapat pelajaran berharga mengenai pentingnya merencanakan pendidikan anak di masa depan. Merencakan sejak dini dan mempertimbangkan berbagai aspek. Aspek tersebut antara lain: perkiraan biaya pendidikan ke depan (pada waktu anak akan membutuhkan biaya besar untuk pendidikan), kondisi keuangan keluarga dan potensi yang dimiliki.
AJB Bumiputera: Digagas 3 Guru dan Dibangun dengan 3 Pilar
Dahulu, saya pernah bertanya pada Bapak, mengapa harus ikut asuransi pendidikan di Bumiputera? Kurang lebih begini jawabannya: untuk mengamankan biaya pendidikan dan lembaga asuransi yang paling dikenal adalah Bumiputera.
Bagaimana tidak populer, AJB Bumiputera adalah lembaga asuransi jiwa bersama Nasional pertama yang dibentuk oleh rakyat Indonesia. Sebagai lembaga asuransi tertua, tak heran jika keberadaannya begitu dikenal hingga pelosok desa, seperti di desa saya di Sumatera Selatan.
Berawal dari gagasan 3 orang guru dari Perkumpulan Guru-guru Hindia Belanda (PGHB), yaitu Mas Ngabehi Dwidjosewono, Mas Karto Hadi Karto Soebroto dan Mas Adimidjojo , untuk mendirikan usaha berasas gotong royong untuk kesejahteraan bersama. Tanpa modal harta/benda, hanya bermodal kemauan dan cita-cita kesejahteraan masyarakat bersama, gagasan 3 guru tersebut melahirkan badan usaha yang bernama Onderlinge Levensverzekring Maatschappij PGHB (OLMij PGHB) pada tahun 1912 di Magelang.
Tahun 1966, OLMij berganti nama menjadi Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 (sumber: www.bumiputera.com). Dengan terus menerapkan prinsip kebersamaan dan gotong royong, AJB Bumiputera mengusung tema 3 pilar, yaitu Idealisme, Mutualisme dan Profesionalisme.
Pilar Idealisme mengandung makna bahwa AJB Bumiputera dibangun bukan mengejar keuntungan finansial. Melainkan untuk mewadahi cita-cita kesejahteraan masyarakat, melalui asuransi.