Namun, tidak semua penyakit bisa dicegah hanya dengan gotong royong membersihkan lingkungan sekitar. Setiap orang memiliki pola hidup dan potensi penyakitnya masing-masing. Artinya, setiap orang memiliki kemungkinan akan terganggu kesehatannya (sakit), apapun jenis dan tingkatan penyakitnya. Ketika menderita sakit, persoalan yang muncul adalah bagaimana pengobatannya dan berapa biaya pengobatan tersebut. Aspek biaya kerap menjadi permasalahan, karena penyakit muncul tak “berkompromi” dengan jumlah harta yang dimiliki penderita sakit tersebut.
Kerap ditemui fakta bahwa masyarakat golongan (maaf) kurang mampu secara ekonomi, menderita penyakit serius yang membutuhkan biaya pengobatan yang tak sedikit. Bukan hanya golongan kurang mampu, golongan yang “terlihat” mampu secara ekonomi pun bisa menderita penyakit dengan biaya pengobatan yang melebihi kemampuan finansialnya. Jika itu terjadi, maka dibutuhkan bantuan biaya pengobatan. Konsep inilah yang diusung oleh BPJS Kesehatan dalam melayani anggotanya. Seperti yang dikampanyekan melalui banner yang dipajang di Kantor BPJS Kesehatan Yogyakarta yang tampak pada gambar di bawah ini.
Mari Kita lihat beberapa peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit, yang mengharuskan mereka berobat rutin dengan biaya yang relatif mahal, yaitu kasus penyakti gagal ginjal. Saya memiliki 3 teman/ kerabat yang menderita gagal Ginjal dan mengharuskan Mereka melakukan cuci darah rutin 2-3 kali dalam 1 minggu. Ketiga teman/kerabat tersebut adalah peserta baru BPJS Kesehatan, artinya mereka belum memiliki banyak kontribusi iuran untuk BPJS Kesehatan. Tetapi, mereka sudah mendapat bantuan cuci darah beberapa kali tiap minggu yang biayanya jutaan rupiah. Fasilitas tersebut diperoleh hanya dengan membayar iuran beberapa puluh ribu rupiah. Apakah yang mereka berikan dan peroleh sudah sebanding? Tentu tidak! Layanan kesehatan yang mereka peroleh adalah diambil dari hasil iuran seluruh peserta BPJS Kesehatan. Inilah yang dimaksud dengan gotong royong untuk menolong pasien yang lebih membutuhkan.
Bagi peserta BPJS Kesehatan yang selalu rutin membayar iuran, tetapi Ia belum pernah “merasakan” layanan pengobatan BPJS, tentunya harus tetap bersyukur. Karena selalu diberi kesehatan. Selain itu, juga mendapat pahala karena iuran yang telah dibayarkan, digunakan untuk menolong orang lain yang membutuhkan. Begitupun dengan saya, Alhamdulillah saya pribadi belum pernah sakit yang membutuhkan pengobatan dari BPJS Kesehatan. Meskipun saya tidak “menikmati” iuran yang telah saya bayarkan, saya ikhlas jika dana tersebut untuk membiayai peserta BPJS yang membutuhkan pembiayaan pengobatan.
Jumlah “Pasukan” Gotong Royong Untuk Indonesia Sehat
Jumlah anggota BPJS Kesehatan terus meningkat. Artinya, "Pasukan" Gotong Royong terus bertambah. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari situs resmi BPJS Kesehatan (www.bpjs-kesehatan.go.id), diketahui bahwa jumlah peserta BPJS Kesehatan per tanggal 10 Juni 2016 telah menyentuh angka 166.858.548 orang atau sekitar 65 % dari jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan jumlah anggota tentu diikuti dengan penambahan mitra fasilitas kesehatan (faskes), yang sudah melebihi 24.861 faskes (rumah sakit, klinik, puskesmas, praktik dokter, apotik dan optik). Artinya, 65 % penduduk Indonesia dan lebih dari 24.000 faskes telah tergabung dalam pasukan Gotong Royong untuk menciptakan Indonesia Sehat.
Sejak beroperasi per 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan telah membuat pesertanya “berani” untuk berobat ke berbagai lembaga layanan kesehatan. Padahal, dahulu rumah sakit dan lembaga sejenis menjadi salah satu tempat “menakutkan” dan sulit dijangkau, karena takut dengan biaya perawatan/pengobatannya. Bahkan dalam keadaan sakit pun, tetap tidak mau berobat ke rumah sakit, khawatir menjadi lebih sakit karena biayanya. Namun, stigma tersebut berangsur tergerus, seiring dengan layanan dari BPJS Kesehatan. Terbukti dengan meningkatnya persentase beberapa Indikator Kesehatan yang dirangkum oleh Badan Pusat Statistik (BPS), seperti yang tercantum dalam tabel di bawah ini:
Data tabel di atas diperkuat oleh keterangan yang disampaikan oleh Direktur RSUD Sultan Imanuddin Pangkalanbun, dr. Suyuti Syamsul, yang saya kutip dari situs resmi BPJS Kesehatan. Menurutnya, sejak BPJS Kesehatan beroperasi, jumlah pasien rawat jalan di RS yang dipimpinnya melonjak hingga lebih dari 140.000 pasien per tahun. Sementara untuk rawat inap, total jumlahnya bisa mencapai 40.000 per tahun. Dari angka tersebut, sebanyak 70% merupakan peserta JKN Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dikelola BPJS Kesehatan (sumber). Ini adalah bukti bahwa masyarakat peserta BPJS Kesehatan, merasa nyaman untuk memeriksakan dan berobat ke rumah sakit/klinik, karena yakin dengan layanannya. Selain itu, ini bukti kekuatan gotong royong peserta BPJS Kesehatan untuk menolong peserta lain yang sedang sakit dan membutuhkan biaya pengobatan. Iuran peserta yang sehat, digunakan untuk kebutuhan pengobatan peserta yang sakit. Peserta yang sakit bisa tertolong dan yang tidak sakit – yang bergotong royong menolong- mendapat keberkahan.
Jumlah anggota BPJS Kesehatan diupayakan akan terus meningkat, sesuai dengan Visi BPJS Kesehatan, yaitu “Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya”. Artinya, seluruh masyarakat Indonesia akan diajak untuk mensukseskan program Gotong Royong menolong yang sakit.