Paradoks Pendidikan Manusia Indonesia
Fakta Penelitian mengungkapkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-31 dunia dalam hal kegemaran membaca, dengan rata-rata warga membaca sekitar 6,83 buku per tahun. Penelitian ini dilakukan oleh majalah CEO WORLD, yang melibatkan 6,5 juta orang dari 102 negara. Sementara di Asia Tenggara, Indonesia berada di peringkat 3, di bawah Singapura dan Thailand.
Menurut data dari CEO World Magazine, Amerika Serikat menjadi negara dengan penduduk yang paling banyak membaca buku di dunia pada tahun 2024, dengan rata-rata 17 buku per tahun dan durasi membaca 357 jam. India mengikuti di posisi kedua dengan rata-rata 16 buku dan 352 jam membaca, sementara Britania Raya di posisi ketiga dengan 15 buku dan 343 jam. Negara Prancis dan Italia masing-masing berada di posisi keempat dan kelima, dengan rata-rata 14 dan 13 buku per tahun. Kanada menempati posisi keenam dengan 12 buku, diikuti oleh Rusia dengan 11 buku dan Australia dengan 10 buku per tahun. Sehingga Indonesia berada di peringkat ke-31 dari 102 negara, dengan rata-rata 5,91 buku dan durasi membaca 129 jam per tahun. Di sisi lain, Afghanistan menjadi negara dengan angka terendah dalam membaca, hanya 2,56 buku per tahun dengan 58 jam membaca.
Kondisi minat membaca dari anak bangsa ini dirasakan juga di wilayah Maluku Utara termasuk di Kabupaten Pulau Morotai yang melingkup 6 Kecamatan dan terdiri dari 88 Desa dengan proyeksi penduduk tahun 2023 dari BPS Pulau Morotai adalah sebanyak 80.566 jiwa.
Menanggapi fenomena pendidikan itu, Pemikir postmodern seperti Fritjof Capra kemudian memperkenalkan konsep “jejaring kehidupan,” bahwa segala sesuatu di dunia ini saling terkait, termasuk dalam konteks pendidikan. Belajar bukan hanya tentang individu, tetapi memahami diri sebagai bagian dari jaringan sosial dan ekosistem yang lebih luas. Olehnya, sebagai pembawa perubahan, pendidikan harusnya memberi ruang bagi pengembangan diri dan kemampuan adaptif. Dalam kehidupan nyata, yang lebih penting adalah kemampuan menyelesaikan masalah, berinovasi, serta memahami dan menghargai perspektif orang lain.
Untuk itu, Fritjof Capra, melalui teorinya tentang jejaring kehidupan, menggambarkan bahwa kehidupan adalah jaringan yang saling terkait, mirip seperti kehidupan sosial manusia. Belajar tidak seharusnya menjadi aktivitas yang terisolasi dan individualistik, tetapi sebaliknya, menjadi proses kolaboratif di mana siswa saling belajar dan tumbuh bersama.
Sebuah pertanyaan reflektif bagi kita anak bangsa: Apakah sistem pendidikan yang kita bangun benar-benar berfokus pada pengembangan manusia yang utuh dan berkarakter, atau sekadar pada pencapaian angka-angka? Bisakah kita menciptakan iklim pendidikan yang mendukung kolaborasi, kreativitas, dan cinta belajar tanpa terjebak pada ujian-ujian yang membatasi potensi siswa?
Dengan ulasan ini, ingin menggugah hati kita semua selaku anak bangsa terutama Pemuda-Pelajar-Mahasiswa yang masih mencintai buku fisik agar gemar membaca buku sebagai sarana utama dalam memperkuat budaya literasi di Indonesia terutama di Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara demi pengembangan Morotai kedepannya yang sehat, cerdas dan sejahtera, di mana Morotai sebagai sebuah Kabupaten defenitif pada 20 Maret 2008 melalui UU No. 53 Tahun 2008 yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, dengan 6 (enam) Kecamatan yang terdiri dari 88 Desa.
Di mana Pulau Morotai juga memiliki segala potensi Sumber Daya Alam yang mumpuni dan Panorama Bahari Lautnya serta spot-spot beragam Pulau yang sangat indah dan mempesona untuk dikembangkan melalui konsep yang cemerlang dan strategi yang cerdas lewat program-program kerja yang menyentuh dan berdampak langsung dalam meningkatkan taraf hidup seluruh masyarakat Pulau Morotai.
Penduduk Kabupaten Pulau Morotai berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2023 dari BPS Pulau Morotai adalah sebanyak 80.566 jiwa yang terdiri atas 41.461 jiwa penduduk laki-laki dan 39.105 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk tahun 2022, penduduk Kabupaten Pulau Morotai mengalami pertumbuhan sebesar 2,93 persen.
Sementara itu, angka rasio penduduk laki-laki terhadap perempuan sebesar 107,08. Inilah potensi sumber daya manusia yang harus dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya. Maka dalam ulasan ini terdapat kajian sederhana yang kritis dan solutif terkait apa dan bagaimana peran aktif anak muda Indonesia di tengah zaman digitalisasi, dengan strategi meningkatkan kesadaran untuk membaca buku dapat menjadi pemicu awal sekaligus obat penawar racun pemikiran dalam diri agar perlahan-lahan mulai mencintai buku dengan berpegang pada spirit pada filosofi pantat atau duduk tenang dalam membaca buku.