Sungguh mengerikan dan sangat menegangkan ketika hidup tidak lagi berguna. Kehidupan yang seharusnya disyukuri kini merugikan sesama. Dunia sudah menolak bahkan akhirat menutup pagar rapat-rapat supaya tidak terjangkit penyakit.Â
Berita-berita tentang pandemi virus corona bagaikan handphone bekas yang berceceran di Jatinegara. Seluruh tetanggaku turut mengisolasi diri dengan memborong seluruh masker, hand sanitizer, dan bahan pangan, serta tidak lupa untuk tetap menjaga jarak dengan orang lain. Seluruh bentuk dinamika kehidupan manusia dialokasikan di dunia digital seperti, bekerja, belajar, dan ibadah dari rumah.
Notifikasi media sosial selalu berdering dari grup kuliah mengenai curhat kesulitan mencari bahan pangan hingga kekhawatiran kelulusan akan ditunda. Wabah penyakit ini mampu menghantui pikiran setiap orang. Aku ingatkan kepada keluarga dan teman-teman untuk bersikap tenang dan jangan panik supaya tidak menganggu pikiran. Seluruh masyarakat dunia mengalami hal serupa dan berjuang bersama untuk mengusir virus yang menjajah setiap negara.
Di balik imbauanku untuk tetap tenang, sebenarnya aku merasakan ada yang janggal yaitu, mentalku terganggu. Virus corona mampu mengganggu mentalku yang tengah dioyak skripsi. "Sial, sudah dikuntit oleh virus, masih saja dikuntit oleh bayang-bayang skripsi dan wajah dosen pembimbing" ucapku dalam batin.
Aku selalu memiliki cara untuk menangkan pikiran dengan berkendara sepeda motor kesayanganku. Hal yang sangat menguntungkanku ketika dilanda virus corona yaitu sahabat setia, motor warisan kakek yang kuberi nama "motor" dan anjing adopsi yang kuberi nama "anjing". Akibat terlalu sering menghabiskan waktu bersama, membuatku mengerti kepribadian si motor dan si alig. Kepribadian si motor yang manja dapat dilihat ketika tidak diberi belaian sehari saja, oli akan bocor dan mesin akan macet. Demikian si anjing, jika merasa takut karena habis aku marahi, maka ia akan lari menjauh dan melonglong.
Jakarta dinobatkan sebagai salah satu kota penyumbang pasien covid-19 tertinggi di Indonesia. Hal positif yang bisa diambil ialah jalanan Ibu Kota dapat bernapas cukup lega karena polusi udara tidak lagi mengganggu paru-parunya. Kesempatan ini dapat aku manfaatkan untuk bersantai sembari menikmatii udara segar Jakarta tanpa dicampuri polusi kemunafikan. Sudah lama juga tidak mengajak si motor kesayangan untuk menapaki jalan-jalan Ibu Kota yang biasanya hanya sepi ketika Idul Fitri.
Kebosanan memang menjadi hal yang sangat mendasar dan menjangkiti setiap orang, termasuk aku. Rasanya ingin sekali pergi melihat keadaan sekeliling kota yang jalanannya cukup lenggang dan sepi. Rindu mensambangi warkop Kang Joy yang selalu menjadi tempat melepaskan rasa penat dan bosan. Pergolakan antara hati dan pikiran semakin berkelut ketika harus memutuskan untuk pergi atau tidak. Setelah pikiran dan hati berunding lama, timbul kesimpulan yaitu, berangkat. Sepertinya memang harus berkunjung ke Kang Joy untuk sekadar bercerita tentang dampak dari pandemi ini.
Kunci motor sudah di tangan dan siap menggugah mesin dan rantai motor untuk menari bersama menikmati larutnya malam. Ketika memantapkan kaki untuk pergi melewati pintu belakang rumah, tiba-tiba terdengar suara ayah yang sangat nyaring hingga membuat si anjing melonglong. "Sipling!!!! Diam di rumah saja jangan curi-curi waktu keluar rumah ya kamu, para petinggi negara dan medis sudah menghimbau untuk di rumah. Ingat virus ini bahaya dan penyebarannya cepat." Suara tinggi ayah menusuk gendang telinga dan mengagetkanku.
"Tidak ... aku hanya ingin memastikan apakah si anjing sudah menjalankan tugasnya menjaga rumah atau belum. Jika si anjing lalai dalam tugasnya, maka akan aku peringatkan untuk tetap fokus dan jangan sampai terlena."
"Kemarin karburator motor kamu ajak bicara, sekarang anjing kamu suruh fokus. Kamu kuliah jurusan komunikasi antar benda dan hewan? Sudahlah tidur saja kamu."
Mendengar perintah yang begitu keras, akhirnya kuputuskan untuk tidak berangkat saat ini juga melainkan menunggu tengah malam. Strategi yang sangat tepat telah disusun supaya dapat melancarkan perjalanan menemui Kang Joy. Jam tangan menunjukan pukul 22.49 WIB dan ini merupakan tanda bahwa keluargaku sudah tertidur lelap. Melewati pintu belakang, membelai si anjing dan mendorong si motor hingga penghujung jalan berhasil dilalui. Dalam hati bergumam rasa senang karena lolos dari pengawasan dan dapat berbincang dengan Kang Joy.